Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

PPI di Berbagai Negara Tolak RUU TNI: Proses Terburu-buru dan Ancam Demokrasi

Gabungan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) dari berbagai negara di dunia menyatakan penolakan terhadap Rancangan Revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI).

20 Maret 2025 | 07.31 WIB

Ilustrasi TNI. ANTARA
Perbesar
Ilustrasi TNI. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) dari berbagai negara di dunia menyatakan penolakan terhadap revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI). Ketua PPI Australia Wildan Ali mengungkapkan bahwa penolakan ini didasarkan pada proses penyusunan yang dinilai tergesa-gesa sehingga menimbulkan kecurigaan, serta substansi aturan yang dianggap berpotensi mengancam demokrasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Pembahasan RUU TNI dilakukan secara tertutup dan terburu-buru tanpa melibatkan koalisi masyarakat sipil, yang menimbulkan kesan ada yang disembunyikan," kata dia dalam keterangan resmi, Rabu, 19 Maret 2025.  

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Ketua PPI Denmark, Yuan Anzar, mengatakan bahwa ketentuan yang membolehkan TNI terlibat dalam penanganan ancaman siber dapat mengancam sistem demokrasi. Ia mengambil contoh yang pernah terjadi di Papua pada tahun 2019 ketika internet sempat mengalami pemadaman.  

"Kehadiran Pasal 7 ayat (2) angka 15 RUU TNI memperkenankan TNI untuk terlibat dalam penanganan ancaman siber. Hal tersebut memunculkan problematika yang krusial tanpa adanya penjelasan yang relevan," ujar dia.  

Selain itu, dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal PPI Belanda, Vadaukas Valudzia, mengatakan bahwa RUU TNI yang menaikkan batas usia pensiun dapat berakibat terhadap perlambatan proses kaderisasi atau regenerasi dalam tubuh militer.  

Setali tiga uang, PPI Jerman yang diwakili oleh Muhammad Nur Ar Royyan Mas turut mengkritisi RUU ini karena akan mengaburkan mekanisme pertanggungjawaban pidana ketika TNI melakukan pelanggaran terhadap hukum sipil. Menurut Royyan, masih ada undang-undang lain yang lebih mendesak untuk direvisi, seperti UU Peradilan Militer.  

Perwakilan PPI United Kingdom (UK), Aulia Mutiara Syifa, menyatakan bahwa budaya militeristik dapat mempersempit ruang aspirasi publik yang seharusnya berlandaskan pendekatan sipil yang demokratis dan berbasis sistem merit. Hal ini, menurut dia, berisiko memperkuat upaya yang dapat melemahkan demokrasi yang sehat.  

Oleh karena itu, PPI seluruh negara meminta pemerintah dan DPR untuk menghentikan pengesahan RUU TNI dan melakukan kajian komprehensif dengan melibatkan partisipasi publik, akademisi, dan masyarakat sipil. Selain itu, PPI juga mengimbau masyarakat untuk tetap kritis dan aktif mengawal proses legislasi yang berpotensi mengancam demokrasi.  

Adapun revisi UU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia itu akan disahkan hari ini dalam rapat paripurna, Kamis, 20 Maret 2025. "Insya Allah dijadwalkan besok (Kamis)," kata Wakil Ketua Komisi I DPR, Dave Akbarshah Fikarno Laksono, saat ditemui di Kompleks Parlemen Senayan pada Rabu, 19 Maret 2025.  

Berdasarkan dokumen undangan yang diterima Tempo, rapat dijadwalkan mulai pukul 09.30 WIB di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara II. Anggota DPR diwajibkan mengenakan pakaian sesuai ketentuan, yaitu pakaian sipil lengkap bagi pria, sementara wanita menyesuaikan. Selain itu, seluruh anggota DPR juga harus mengenakan lencana DPR RI atau pin.  

"Bersama ini kami beritahukan dengan hormat, bahwa Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia akan mengadakan Rapat Paripurna," tertulis dalam undangan tersebut.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus