Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Budi Djatmiko mengatakan setuju dengan pemberian izin tambang untuk kampus yang diusulkan dalam Rancangan Undang-Undang tentang Mineral dan Batu Bara atau RUU Minerba.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Budi, pengelolaan sumber daya alam khususnya pertambangan bisa mendorong perguruan tinggi memiliki dana abadi. Menurut dia, dana abadi itu nantinya bisa menurunkan biaya pendidikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya contohkan Harvard itu memiliki dana abadi, mereka memiliki ratusan triliun. Di Indonesia hanya ITB, UGM, dan UI yang kurang lebih hanya 1 sampai 2 triliun,” kata Budi dalam rapat dengar pendapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan pada pada Senin, 3 Februari 2025.
Menurut Budi, perguruan tinggi sulit untuk menciptakan sumber daya yang unggul jika tidak memiliki dana abadi. Ia berpendapat, kampus tidak hanya bisa mengandalkan untuk memperkuat pendanaan. “Singkatnya, sebaiknya diberikan izin,” kata Budi.
Lebih lanjut, ia berpendapat nantinya bisa ada peraturan penguat dari Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara atau RUU Minerba. Penguatan itu, kata dia, bisa diberikan lewat Peraturan Menteri.
RUU Minerba yang telah disetujui DPR sebagai usul inisiatif mereka, menyatakan bahwa wilayah izin usaha pertambangan untuk perguruan tinggi bisa diberikan dengan cara prioritas.
Dalam ketentuan itu, ada tiga hal yang menjadi pertimbangan pemberian izin tambang untuk perguruan tinggi, yakni mempertimbangkan luas wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral logam, mempertimbangkan akreditasi perguruan tinggi, dan mempertimbangkan peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.
Tidak semua perguruan tinggi mendukung wacana tersebut. Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Fathul Wahid mengatakan, ketika kampus masuk ke ranah bisnis pertambangan membuat mereka tidak sensitif lagi terhadap pengembangan akademik. Sebab, orientasi mereka berpotensi lebih condong mengembangkan bisnis tersebut.
“Uang itu kadangkala menghipnotis dan kalau itu terjadi, berbahaya,” kata Fathul Wahid saat ditemui di Resto Sabin Seken Living, Ngaglik, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa, 21 Januari 2025.
Fathul juga khawatir kampus yang masuk ke ranah pengelolaan tambang, bakal berorientasi untuk meraup keuntungan yang tinggi dan mengabaikan lingkungan, serta warga yang tinggal di daerah tambang.
“Ada baiknya kampus tetap fokus pada misi utama, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,” kata dia.
Pilihan Editor: Dosen Politik Unair: Perguruan Tinggi Fokus Kajian Akademik, Bukan Kelola Lahan Tambang
M Syaifullah berkontribusi dalam penulisan artikel ini.