Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Markas Besar TNI menjelaskan mekanisme rencana perekrutan masyarakat sipil menjadi bagian angkatan siber. Peran prajurit aktif tetap tidak dinafikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Penerangan Markas Besar TNI Mayor Jenderal Hariyanto mengatakan meski berencana merekrut sipil yang memiliki keahlian di bidang siber, militer akan tetap memberikan pelatihan pertahanan siber kepada seluruh prajurit. "Kemampuan prajurit tetap dikembangkan dan ditingkatkan, baik melalui pendidikan, pelatihan, maupun penugasan khusus," kata dia melalui pesan singkat, Senin, 3 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rencana merekrut sipil untuk menjadi bagian angkatan siber, menurut Hariyanto, dilakukan sebagai langkah strategis TNI dalam rangka memperkuat pertahanan siber nasional. Alasannya, perkembangan teknologi militer global menjadi hal yang tidak dapat diabaikan oleh militer. Apalagi, saat ini serangan hingga perang bukan hanya dihadapkan pada hal fisik, namun teknologi.
Sehingga, kata Hariyanto, untuk memperkuat pertahanan siber nasional diperlukan kolaborasi dengan sipil yang memiliki keahlian di bidang siber. "Perekrutan masyarakat sipil tidak akan mengabaikan peran prajurit," ujar dia.
Anggota Komisi bidang Pertahanan DPR Tubagus Hasanuddin mengimbau agar Mabes TNI tetap memaksimalkan potensi sumber daya prajurit dalam rencana pembentukan angkatan siber. Ia mengatakan, rencana merekrut masyarakat sipil untuk menjadi bagian dari angkatan siber memang bisa dilakukan, tapi tidak dapat menafikan potensi prajurit yang ada.
"Kalau rekrut yang di luar, yang di dalam juga harus dilatih kemampuannya," kata Hasanuddin saat ditemui Tempo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Senin, 3 Februari 2025.
Ketua Centra Initiative Al Araf menilai pembentukan angkatan siber dalam kondisi hari ini sebetulnya tidak terlalu dibutuhkan. Sebab, orientasi militer Indonesia masih berada pada pandangan inworld looking.
"Berbeda dengan militer di luar negeri yang membangun Angkatan siber karena orientasinya outworld looking," kata Al Araf.
Inworld looking yang dimaksud adalah militer Indonesia masih berfokus pada persoalan dalam negeri selain perang. Misalnya dalam program makan bergizi gratis, cetak sawah, ketahanan pangan, maupun ketahanan energi.
Hal tersebut, kata Al Araf, tentunya menjadikan pembangunan angkatan siber tidak relevan. Alasannya, angkatan siber dibangun dengan tujuan proteksi pertahanan negara terhadap ancaman serangan siber.
"Justru jika dipaksakan dibangun dengan merekrut sipil, ini dikhawatirkan malah melahirkan banyak pendengung untuk menjaga citra pemerintah," ujar Al Araf.
Ia mendesak agar perekrutan masyarakat sipil menjadi angkatan siber tidak dilakukan selama orientasi militer Indonesia hanya berfokus pada urusan dalam negeri selain perang. "Potensi penyalahgunaannya besar. Bisa saja sipil yang expertise di bidang siber digunakan untuk kepentingan ekonomi, politik, dan sosial pemerintah saja, bukan untuk pertahanan," ucap Al Araf.
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto sebelumnya mengatakan lembaganya bakal merekrut warga sipil untuk menjadi bagian dari angkatan siber. Masyarakat sipil yang akan direkrut adalah mereka yang memiliki kemampuan khusus di bidang siber dengan tujuan mempermudah kerja-kerja TNI dalam mengatasi ancaman serangan siber.
"Bukan tentara yang kita jadikan orang siber, itu akan susah. Saya rekrut khusus siber yang memang tadinya orang siber, sipilnya siber," ujar Agus di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Jumat, 31 Januari lalu.
Perekrutan sipil untuk menjadi angkatan siber ini, kata Agus, tak jauh berbeda dengan perekrutan perwira prajurit karier (PK), yang direkrut lantaran memiliki kriteria atau keahlian khusus. Sehingga, ia mengatakan, TNI juga memiliki rencana untuk memperbanyak perekrutan perwira PK guna menambah kekuatan di masing-masing bidang. "Kita perbanyak yang spesialisasi di bidang kedokteran, psikologi, dan hukum," kata dia.