Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

BIG Bantu Pemetaan Sistem Zonasi Peserta Didik Baru

Pelacakan titik koordinat berbasis persil dapat mengukur jarak dengan sekolah terdekat. Mengurangi risiko manipulasi sistem zonasi.

2 Maret 2024 | 12.10 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Puluhan siswa dan keluarga beserta relawan melakukan unjuk rasa didepan kantor Kemendikbud, Jakarta, Jumat, 11 Agustus 2023. Pada aksinya mereka menuntut pemerintah untuk mencari solusi terhadap 14 siswa SMA - SMK kurang mampu di Depok yang terancam putus sekolah karena tidak lolos saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan alasan kuota sudah penuh. TEMPO/ Febri Angga Palguna

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Badan Informasi Geospasial (BIG) menawarkan metode baru untuk membantu pemerintah daerah dalam memberlakukan sistem zonasi ketika membuka Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Mereka menggunakan aplikasi BHUMI—sebuah data geospasial yang dikembangkan oleh Badan Pertanahan Nasional—yang selama ini digunakan untuk melacak bidang tanah.

Peneliti Pusat Pemetaan Rupabumi dan Toponim BIG Yogyrema Setyanto Putra menjelaskan, aplikasi BHUMI menawarkan peta interaktif yang menyuguhkan informasi spasial secara nasional. “Dari persil atau bidang tanah tersebut nantinya bisa langsung menunjukkan masing-masing rumah peserta didik,” kata Yogyrema seperti dikutip dari situs BIG pada Sabtu, 2 Maret 2024.

Pelacakan titik koordinat rumah penting menjadi acuan untuk mengukur jarak dengan sekolah terdekat. Sehingga pemerintah daerah terbantu ketika memberlakukan seleksi—berbasis kedekatan jarak tempat tinggal dengan sekolah—terhadap siswa yang mendaftar. Terlebih aplikasi tersebut dapat secara akurat memperlihatkan batas wilayah administratif pada tiap-tiap daerah.

Aplikasi Bhumi sebetulnya merupakan situs pemerintah yang terintegrasi dengan geoportal ATLAS, bagian dari penyimpanan data geospasial di Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Cara kerja situs ini dapat melakukan pencarian pada alamat yang dituju. Satu di antaranya pencarian koordinat berdasarkan latitude dan longitude yang dimasukkan. Kemudian akan ditampilkan titik lokasi pada peta interaktif.

Koordinat yang dicari akan tersorot atau zoom to dan fly to. Sehingga nanti bakal muncul simbol berupa pin atau point dan pop up informasi pada bagian bawah peta. Pada fitur ini, pengguna dapat mencari bidang tanah atau persil berdasarkan NIB atau nomor hak. Ketika sudah terbuka, peta akan menampangkan polygon berdasarkan nomor hak yang dimaksud.

“Namun ada kelamahannya juga aplikasi ini, karena ketika memasukkan data yang tidak pas pada titik rumah, akan terjadi error,” kata Yogyrema. BIG lantas menyarankan agar pemerintah daerah juga turut berkoordinasi dengan masing-masing dinas tata ruang kota yang memiliki peta dasar dengan skala 1:1.000. Peta tersebut bakal menampilkan gambaran bidang tanah dan peruntukannya secara detail. Sehingga dapat digunakan sebagai acuan untuk verifikasi masing-masing rumah peserta siswa.

Kebijakan zonasi penerimaan siswa baru ini sudah berlaku sejak 2017. Terobosan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menghapus diskriminasi bagi siswa dengan label sekolah favorit. Terutama dalam upaya menghilangkan tradisi sekolah favorit yang hanya menerima siswa berprestasi. Lantas pemerintah memberlakukan pembatasan bagi sekolah untuk menerima siswa berdasarkan jarak tempat tinggal. Mekanismenya, semakin dekat jarak rumah dengan sekolah, peluang siswa untuk diterima lebih besar.

Persoalannya, pemerintah daerah lantas kelimpungan dalam mengkurasi jarak rumah calon siswa dengan sekolah. Apalagi karena muncul beberapa masalah, misalnnya adanya migrasi domisili siswa hingga adanya penerimaan siswa yang tak merata. Disinyalir ini terjadi akibat ketidakakuratan dalam mengukur jarak rumah calon siswa menuju sekolah.

Kepala Balai Layanan Jasa dan Produk Geospasial BIG Agung Christianto menyatakan, pemerintah daerah juga perlu melakukan kurasi terhadap titik-titik sekolah di seluruh wilayah. Tujuannya sebagai dasar penghitungan jarak jalur zonasi. “Jarak pada jalur zonasi perlu diseragamkan untuk mempermudah pengukuran jarak dalam PPDB zonasi,” ucap Agung.

Selain itu, Agung juga mengingatkan, pemerintah daerah perlu mengakurasi titik koordinat rumah calon peserta didik berbasis data by name by address. Proses kurasi dapat dilakukan oleh dinas pendidikan bersama dinas pencatatan sipil dan lembaga lain yang terkait.

Pejabat Dinas Pendidikan Pemerintah Provinsi Jawa Barat Firman Oktora menyatakan pemerintah daerah sudah melakukan segala cara untuk memastikan koordinat sekolah. Satu di antaranya menggunakan Application Programming Interface (API) Geocoding Google Maps. “Aplikasi ini berfungsi menerjemahkan alamat pada kartu keluarga menjadi titik koordinat calon siswa,” ucap Firman.

Titik koordinat calon siswa lantas dikurasi dengan titik sekolah berbasis Data Pokok Pendidikan atau Dapodik. Kata Firman, metode ini justru menimbulkan masalah. Satu di antaranya tidak semua calon siswa mengisi titik koordinat pada aplikasi Dapodik. Kemudian ditemukan koordinat rumah calon peserta dapat digeser mendekati jarak sekolah. “Padahal seleksi yang kami lakukan sudah menggunakan batas wilayah administratif.”

AVIT HIDAYAT

Baca Juga: Melenceng dari Target Pemerataan Pendidikan, Berikut Potensi Masalah PPDB Sekolah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Avit Hidayat

Avit Hidayat

Alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas PGRI Ronggolawe, Tuban, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo sejak 2015 dan sehari-hari bekerja di Desk Nasional Koran Tempo. Ia banyak terlibat dalam penelitian dan peliputan yang berkaitan dengan ekonomi-politik di bidang sumber daya alam serta isu-isu kemanusiaan.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus