Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kisruh internal di tubuh Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akibat pidato amplop kiai oleh Ketua Umum Suharso Monoarfa masih terus bergulir. Setelah didemo oleh kader partai, kini tiga majelis partai melayangkan surat agar Suharso bisa mundur dari jabatan ketua umum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Secara fisik itu surat saya belum terima, tapi saya lihat sudah beredar di masyarakat," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ini saat ditemui di Istana Negara, Jakarta, Kamis, 25 Agustus 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suharso pun berkilah bahwa mekanisme yang meminta dirinya mundur oleh majelis itu tidak dikenal di PPP. Alih-alih, ia menganggap surat dari ketiga majelis itu sebagai permintaan tabayun alias meminta penjelasan secara langsung.
Tapi masalah yang berlarut ini memaksa Suharso harus sowan ke sana ke mari. Lantaran dirinya sebagai pemimpin partai merasa masalah ini merugikan elektoral PPP karena semakin mengarah kemana-mana.
Dari memberi penjelasan ke internal partai, membuat permohonan maaf secara terbuka ke publik, sampai mendatangi petinggi organisasi Islam. "Saya sudah ketemu Wakil Rais Aam PBNU (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) yang juga Wakil Ketua Majelis Syariah PPP Kiai Haji Afifuddin dari Sumberejo," kata
Afifuddin, kata Suharso, menanggapi penjelasannya dengan baik dan senang. "Awalnya beliau suuzan, tetapi setelah mendengarkan penjelasan saya, beliau mengatakan lega dan dapat menerima penjelasan saya," ujar Suharso.
Sebelumnya, pernyataan tentang amplop kiai diungkapkan Suharso saat berpidato dalam acara pembekalan Pembekalan Antikorupsi Politik Cerdas Berintegritas untuk PPP, di gedung Pusat Edukasi Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta Selatan, 15 Agustus lalu.
Ia menceritakan pengalamannya ketika menjabat pelaksana tugas Ketua Umum PPP pada Maret 2019 hingga Desember 2020. Ia lantas berkunjung ke pondok pesantren dan para kiai. Setelah sowan, Suharso mengaku pergi begitu saja tanpa memberikan cendera mata.
Selanjutnya, Suharso mengaku diingatkan koleganya agar memberikan tanda mata berupa amplop saat sowan kepada para kiai. "Kalau kami ketemu di sana, itu kalau salamannya enggak ada amplopnya, Pak, itu pulangnya sesuatu yang hambar," kata Suharso.
Akibat pidato itu, Ketua Majelis Syariah, Mustofa Aqil Siradj; Ketua Majelis Pertimbangan, Muhammad Mardiono; dan Ketua Majelis Kehormatan Zarkasih Nur, bersurat ke Pengurus Harian DPP PPP pada Senin, 22 Agustus lalu. Mereka meminta Suharso mundur dari jabatan ketua umum.
Suharso lantas kembali menyampaikan isi hatinya, bahwa beredarnya potongan pidato soal amplop kiai tersebut sangatlah tidak adil. Suharso mengatakan apa yang dia sampaikan berkesinambungan dengan sambutan Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Wawan Wardhiana, dan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, dalam acara tersebut.
Di sisi lain, Suharso menyampaikan bahwa dirinya juga menjadi Ketua Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Dalam sambutan, Nurul mengingatkan untuk tidak mengandalkan uang dalam mencapai tujuan. Sementara Wawan menguraikan urgensi menumbuhkan budaya antikorupsi.
"Aneh kalau saya tidak menerima apa yang disampaikan Pak Nurul Ghufron, apalagi dalam rangka edukasi untuk membangun budaya antikorupsi." kata dia.
Cerita soal amplop kiai tersebut, kata Suharso, adalah contoh yang diberikannya dalam konteks politik ketika hadir sebagai pengurus partai saat menjelang pemilu. Sementara Nurul Ghufron, kata Suharso, mengingatkan bahwa PPP adalah partai yang berdasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Jangan sampai sebagai partai yang berdasarkan ketuhanan yang maha esa itu diganti menjadi keuangan yang kuasa," ujar Suharso menceritakan ucapan Nurul Ghufron.
Barulah kemudian Suharso menimpali dengan cerita soal amplop kiai. "Kami menolak money politic, tetapi kami sedang berusaha secara sistematis di partai ini dan kami katakan tidak ingin mengulangi lagi, sebagaimana dua kali dialami PPP, ketua umumnya ditangkap KPK, itu yang saya sampaikan," ujarnya.
Ketimbang menyebut sebagai konflik internal, Suharso menganggap masalah ini sebagai kesalahpahaman yang perlu ada kejelasan. Tapi, belum ada niat dari Suharso membuat laporan balik ke polisi atas masalah yang menimpanya. "Belum sampai sana, enggak enggak, ini kan kader-kader kami sendiri," kata dia.
Tapi Suharso sudah dilaporkan duluan ke Polda Metro Jaya oleh seorang pria bernama Ari Kurniawan pada 20 Agustus 2022. Kuasa hukum Ari, Ali Jufri mengungkapkan laporan tersebut adalah perihal dugaan tindak pidana penghinaan terhadap sosok kiai.
Kliennya sebagai alumni sebuah pesantren menilai laporan tersebut juga menyinggung pihak pesantren. "Iya benar betul hari Sabtu kami dampingi Pak Ari selaku kuasa hukum atas dugaan tindak pidana penghinaan terhadap kiai," kata Ali Jufri saat dihubungi Senin 22 Agustus 2022.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.