Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Penipuan bermodus investasi alat kesehatan memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk menarik investor.
Badan Reserse Kriminal Mabes Polri tengah menyidik kasus tersebut dan telah menetapkan tiga tersangka.
Diperkirakan ada sekitar dua ribu orang yang telah menyetor uang dalam investasi berskema Ponzi ini dengan nilai uang yang terputar sekitar Rp 1,2 triliun.
JAKARTA – Angela Shoo, 28 tahun, beriktikad ingin punya uang tambahan menjelang libur akhir tahun. Ia melongok rekening tabungannya dan yakin punya jalan yang tepat. Jumlahnya Rp 3,1 miliar. Maka, pada awal November lalu, uang itu ia transfer ke Amelita Mongonsidi, teman yang ia kenal dari lingkungan sosialita di Jakarta. Tujuannya, dia menginvestasikan ke produk alat kesehatan. “Saya sama sekali tidak curiga karena sudah pernah investasi ini juga dan untung,” kata Angela kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Uang itu kini berpotensi lenyap begitu saja karena investasi tersebut ditengarai bodong. Badan Reserse Kriminal Mabes Polri tengah menyidik kasus tersebut dan telah menetapkan tiga tersangka. Korbannya bukan hanya Angela. Diperkirakan ada sekitar dua ribu orang yang telah menyetor uang dalam investasi berskema Ponzi ini dengan nilai uang yang terputar sekitar Rp 1,2 triliun. Penipuan berkedok investasi ini juga memanfaatkan pandemi Covid-19 untuk menarik dana korban.
Ceritanya begini. Angela melihat unggahan Amelita di media sosial tentang investasi alat kesehatan yang disebut-sebut bikin untung cepat. Cara investasinya, menyetor sejumlah uang untuk slot pengadaan alat-alat kesehatan. Dijamin bakal untung karena pandemi Covid-19 menyebabkan permintaan alat-alat kesehatan akan terus meningkat. “Saya juga sempat dibilang bahwa ini proyek pemerintah, sehingga pasti tidak akan gagal,” ujar Angela.
Angela tertarik. Maka ia menyetor modal awal sekitar Rp 20 juta pada Januari lalu untuk membeli slot pengadaan alat pelindung diri dengan nilai per slot Rp 475 ribu. Istilah slot ini adalah istilah yang digunakan Amelita dan para terduga penipu lainnya. Mereka menjanjikan keuntungan hingga 20 persen per slot plus balik modal. Selain alat pelindung diri, ada slot masker, tes antigen, hingga slot obat-obatan. Tak ada perjanjian atau kontrak apa pun. “Semua berbasis kepercayaan,” kata Angela.
Di awal investasi, Angela mendapat keuntungan setiap dua pekan. Belakangan, setelah mengirim Rp 3,1 miliar itu, Amelita hilang bak ditelan bumi. Padahal Angela juga sudah mengajak teman-temannya untuk ikut investasi. Tempo menghubungi Amelita lewat nomor telepon pribadi yang diberikan Angela, namun nomor itu tak aktif. Akun Instagram-nya juga sudah dihapus.
Tersangka kasus penipuan dan penggelapan investasi bodong Pandawa Group di Polda Metro Jaya, Jakarta, 2017. Dok Tempo/M. Iqbal Ichsan
Investasi alat kesehatan berskema Ponzi ini tak berakhir di Amelia. Kepolisian menduga ia juga menyetor uang investor yang ia rekrut kepada atasannya. Skema inilah yang disebut skema Ponzi—investasi bodong yang membayar keuntungan kepada investor lewat dana yang dikumpulkan dari investor baru.
Polisi telah menetapkan setidaknya tiga tersangka. Mereka adalah VAK alias Vini Aurelia, BD alias Budi, dan DR alias Dyna Rachmawaty. Polisi telah menahan dua nama pertama, sedangkan nama terakhir masih dikejar keberadaannya. Keterlibatan Amelia juga akan diusut polisi karena telah diadukan beberapa korban.
Kepala Sub-Direktorat V Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Komisaris Besar Ma'mun, mengatakan bahwa penyidik masih mengurai peran nama-nama yang terlibat kasus ini. Ia menduga pelaku utama bukan hanya tiga nama yang telah ditetapkan sebagai tersangka, namun juga nama lainnya. “Karena sistemnya Ponzi, jadi yang merekrut investor itu banyak,” kata dia.
Penyidik menjerat para tersangka dengan pasal berlapis, dari pasal penipuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pasal distribusi sistem skema piramida atau perdagangan tanpa izin dalam Undang-Undang Perbankan, hingga pasal pencucian uang. “Kuat dugaan, uang setoran investor digunakan para tersangka untuk kebutuhan pribadi,” kata Ma’mun.
Ini bukan pertama kalinya kepolisian membongkar investasi bodong dengan skema Ponzi. Pada awal 2017, polisi membongkar investasi Pandawa Group yang bermodus koperasi simpan-pinjam. Investor dijanjikan keuntungan hingga 10 persen per bulan dari uang yang digunakan untuk modal usaha mikro, kecil, dan menegah (UMKM). Uang yang digelapkan mencapai Rp 3 triliun dari ratusan ribu nasabah. Bos Pandawa belakangan divonis 15 tahun penjara dan 26 leader investasi bodong ini dihukum delapan tahun.
Nicko Rachman, 27 tahun, bukan tak tahu investasi bodong yang sering dibongkar semacam ini. Toh, ia juga termakan omongan seorang temannya di Facebook mengenai investasi alat kesehatan. Ia percaya karena banyak temannya juga ikut program yang sama, testimoni yang menjanjikan, serta omongan temannya jika proyek ini bekerja sama dengan pemerintah. “Keuntungan juga menggiurkan,” kata warga Tangerang ini.
Nicko telah menyetor total Rp 39,9 juta kepada perekrutnya sejak awal November. Setoran pertama sempat untung, namun belakangan macet. Perekrutnya ini diduga membayar pula uang hasil investasi ke dua tingkat di atasnya sebelum berakhir di Dyna Rachmawaty. “Ini uang saya dan dari orang-orang yang ikut dengan saya,” kata Nicko.
Korban-korban lainnya, termasuk Nicko, tergabung dalam banyak grup WhatsApp, terus berjuang agar uangnya kembali. Sebagian dari mereka telah melapor ke polisi, sebagian lain mengadu lewat posko pengaduan investasi bodong alat kesehatan yang dibuka oleh Bareskrim. Nicko telah mengadu ke polisi pekan lalu.
Adapun Angela memilih tak mau mengadu karena ingin uang miliaran rupiah miliknya kembali. “Saya mau bawa kasus ini ke ranah perdata,” kata dia. “Ini masalah nama baik juga terhadap orang-orang yang di bawah saya.”
INDRI MAULIDAR
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo