Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Perkara dugaan korupsi BTS 4G telah sampai pada sidang pembacaan tuntutan jaksa. Namun buntut kasus ini masih banyak yang belum terang, termasuk ihwal dugaan adanya aliran dana untuk meredam sorotan sejumlah lembaga terhadap proyek BTS 4G yang bermasalah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana memastikan penyidik terus mengusut kasus aliran dana dari para tersangka dan terdakwa kasus ini. Penyidik juga tengah mendalami peran Achsanul Qosasi, anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang namanya mencuat di persidangan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami akan memanggil yang bersangkutan," kata Ketut kepada Tempo pada Rabu, 25 Oktober 2023.
Kemarin, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, jaksa membacakan tuntutan terhadap tiga terdakwa perkara dugaan korupsi BTS 4G. Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Gerard Plate, dituntut 15 tahun penjara. Terdakwa Anang Achmad Latif, bekas Direktur Utama Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti), dituntut 18 tahun penjara. Yohan Suryanto, tenaga ahli dari Human Development Universitas Indonesia, dituntut 6 tahun penjara.
Mantan Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny Gerard Plate (tengah), menjalani sidang dugaan korupsi penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 19 Oktober 2023. TEMPO/Febri Angga Palguna
Johnny, Anang, dan Yohan hanya tiga dari enam terdakwa dalam kasus ini. Tiga terdakwa lainnya adalah Irwan Hermawan, mantan Komisaris PT Solitechmedia Synergy; Galumbang Menak Simanjuntak, mantan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Tbk; dan Mukti Ali, Director of Integrated Account Department PT Huawei Tech Investment. Sidang tuntutan terhadap ketiganya akan digelar pada Senin pekan depan.
Dalam penyidikan perkara pokok berupa dugaan korupsi BTS 4G, kejaksaan juga telah menetapkan enam tersangka lain. Berkas penyidikan dua tersangka telah lengkap kendati belum dilimpahkan ke pengadilan, yaitu Windi Purnama, orang kepercayaan Irwan Hermawan; dan Muhammad Yusrizki, Direktur Utama PT Basis Utama Prima.
Sedangkan empat tersangka lainnya masih menjalani penyidikan. Mereka adalah Direktur Utama PT Sansaine Exindo Jemmy Sutjiawan, Tenaga Ahli Kementerian Komunikasi Walbertus Natalius Wisang, Kepala Divisi Lastmile dan Backhaul Bakti Muhammad Feriandi Mirza, serta Pejabat Pembuat Komitmen Bakti Elvano Hatorangan.
Namun kasus di pusaran proyek BTS 4G belakangan merembet ke dugaan tindak pidana lain. Para terdakwa dan tersangka korupsi ditengarai pernah memberikan duit kepada sejumlah pihak agar masalah di megaproyek triliunan rupiah tersebut tak diusut penegak hukum ataupun auditor negara. Dalam kasus teranyar ini, kejaksaan juga telah menetapkan dua tersangka, yaitu Naek Parulian Washington Hutahaean alias Edward Hutahaean dan Sadikin Rusli.
Sadikin Rusli (tengah) di Kejaksaan Agung, Jakarta, 15 Oktober 2023. Dok. Kejakgung
Dalam kasus yang menjerat Sadikin Rusli itulah kejaksaan membidik keterlibatan auditor negara. Sadikin ditangkap penyidik kejaksaan di Surabaya pada 14 Oktober lalu. Dia diduga menerima duit senilai Rp 40 miliar dari para terdakwa dan tersangka korupsi BTS 4G. Uang itu disinyalir untuk diserahkan kepada seseorang di BPK.
Ketika bersaksi dalam persidangan pada 26 September lalu, tersangka Windi Purnama kembali membeberkan kronologi pemberian dana tersebut. Ia menyatakan berkomunikasi dengan Sadikin setelah mendapat nomor telepon seluler pria tersebut dari terdakwa Anang Achmad Latif. Windi mengaku memberikan uang dalam koper kepada Sadikin di parkiran Hotel Grand Hyatt, Jakarta Pusat.
Menurut Windi, ia mengetahui dari terdakwa Irwan bahwa dana yang diberikan kepada Sadikin itu untuk disetorkan kepada BPK. "Itu saya tanya, 'Untuk siapa?' Untuk BPK, Yang Mulia," Windi menjelaskan kepada majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Nama Achsanul Qosasi Mencuat di Persidangan
Dalam persidangan pada Senin, 23 Oktober lalu, menguak nama Achsanul. Jaksa penuntut umum mencecar terdakwa Irwan Hermawan dan Galumbang Menak tentang sosok berinisial AQ yang sempat disebutkan terdakwa Anang Achmad Latif di sebuah grup percakapan mereka.
Semula jaksa bertanya tentang isi grup percakapan tersebut yang menunjukkan adanya obrolan antara Irwan dan Anang ihwal proyek Palapa Ring. Obrolan itu, kata jaksa dalam pertanyaannya kepada Irwan, menyebutkan adanya ancaman dari BPK mengenai data yang tidak pernah diberikan kepada auditor. Jaksa juga bertanya kepada Irwan ihwal temuan BPK senilai Rp 330 miliar dalam audit proyek Palapa Ring.
"Tidak ingat," Irwan menjawab pertanyaan jaksa.
Jaksa kemudian membeberkan pernyataan Anang selanjutnya di grup percakapan tersebut. "Pada saat di grup itu, Saudara Anang mengatakan, 'Sepertinya perlu ngadep AQ sama saya.' Lalu jawaban Saudara, 'Jangan sekaranglah, jangan sekarang, Bos. Reda dulu.' Saudara masih ingat pembicaraan itu?" kata jaksa kembali bertanya kepada Irwan.
Irwan lagi-lagi menjawab tak ingat. Dia menyatakan tak tahu siapa AQ yang dimaksudkan Anang. Irwan juga mengatakan tak mengetahui dana Rp 40 miliar yang diserahkan kepada Sadikin ditujukan kepada siapa di BPK. "Untuk siapa, saya tidak tahu," katanya. "Pak Anang menyuruh ke Pak Windi."
Galumbang Menak Simanjuntak (kiri) menjalani sidang lanjutan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara kasus dugaan korupsi pembangunan menara base transceiver station (BTS) 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 10 Oktober 2023. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.
Galumbang Menak-lah yang menjelaskan bahwa AQ yang dimaksudkan dalam percakapan tentang proyek Palapa Ring tersebut adalah Achsanul Qosasi, anggota BPK. Namun Galumbang menyatakan tak mengetahui apakah pemberian dana kepada Sadikin, yang disebutkan Irwan untuk BPK dalam kasus BTS 4G, juga berkaitan dengan Achsanul.
Galumbang hanya mengaku mendengar cerita dari Edward Hutahaean bahwa ada temuan BPK di proyek BTS 4G. Ia menyatakan tidak mempercayai begitu saja informasi yang disampaikan Edward. "Saya tidak bisa memastikan itu apa yang disampaikan (Edward) benar atau tidak," katanya ketika memberikan keterangan di persidangan. "Misalnya ada orang menyebutkan nama Bapak. Bener atau tidak, kan belum tentu. Itu perlu didalami. Kan begitu."
Ketut Sumedana belum bisa memastikan kapan penyidik akan memanggil Achsanul. Dia hanya mengatakan obrolan para terdakwa di grup percakapan yang ditanyakan jaksa di persidangan ditengarai juga berkaitan dengan perkara BTS 4G.
Baca laporan sebelumnya:
Rincian Operasi Pengamanan Korupsi BTS
Skenario Diatur di Grup Percakapan
Brankas Duit Proyek di Praja Dalam
Dua Skenario Menjerat Dito Ariotedjo
Tempo berupaya meminta penjelasan dari Aldres Napitupulu, kuasa hukum Anang Achmad Latief, ihwal pernyataan kliennya di grup percakapan bersama terdakwa Irwan dan Galumbang yang menyebut nama Achsanul. Namun Aldres enggan banyak berkomentar. Menurut dia, pertanyaan jaksa dan keterangan terdakwa lain dalam sidang Senin lalu tidak muncul di persidangan Anang. "Memang menyebutkan nama Pak Anang, tapi tidak terungkap di fakta persidangan Pak Anang. (Terungkapnya) di sidang orang. Pak Anang tidak ada cerita itu," katanya.
Pengacara Irwan dan Galumbang, Maqdir Ismail, mengatakan penyebutan nama Achsanul oleh kliennya pada Senin lalu tidak berkaitan dengan kasus BTS 4G. "Itu urusan yang lain, terkait dengan Palapa Ring. Cuma, saya sendiri enggak begitu mengikuti," ujarnya.
Anggota III BPK Achsanul Qosasi. Dok Tempo/Andi Aryadi
Sementara itu, hingga kemarin malam, Achsanul Qosasi tak merespons upaya Tempo untuk meminta penjelasan mengenai penyebutan namanya dalam persidangan Senin lalu. Sebelumnya, dalam laporan Koran Tempo edisi 6 Juli 2023 bertajuk "Mencari Jejak Si Penerima Koper untuk BPK", Achsanul membantah tuduhan adanya aliran dana dari para tersangka korupsi BTS 4G kepada auditor. Dia memastikan timnya bertindak profesional dalam mengaudit Kementerian Komunikasi.
Menurut dia, hasil audit BPK juga dipakai Kejaksaan Agung dalam menyidik kasus tersebut. "Dakwaan jaksa itu kan dari laporan hasil pemeriksaan kami. Jadi kami enggak ada urusan yang begitu-begitu," katanya saat itu. Sebagai Anggota III BPK, Ahchsanul membawahkan tugas pemeriksaan Kementerian Komunikasi.
Perantara Duit untuk Senayan Menghilang
Edward Hutahaean dan Sadikin Rusli hanya dua dari sederet nama yang telah diungkapkan oleh Irwan Hermawan dan Windi Purnama sebagai pihak-pihak penerima dana pengamanan perkara korupsi BTS 4G. Dalam keterangannya di proses penyidikan, Irwan dan Windi juga menyebut nama Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo, Direktur Sumber Daya Manusia PT Pertamina (Persero) Erry Sugiharto, pengusaha Windu Aji Sutanto, dan bekas Staf Ahli Komisi I DPR, Nistra Yohan.
Penyidik kejaksaan telah meminta keterangan Dito dan Erry. Keduanya menampik tudingan bahwa mereka menerima dana dari para tersangka korupsi BTS 4G. Sedangkan pemeriksaan terhadap Windu Aji belum diketahui karena mantan relawan Jokowi ini juga ditahan Kejaksaan Agung setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penambangan dan penjualan nikel ilegal dalam konsesi PT Aneka Tambang Tbk di Blok Mandiodo, Sulawesi Tenggara.
Foto Nistra Yohan dalam sebuah berita dengan latar belakang foto anggota Komisi I DPR, Sugiono, di Jakarta, 4 Juli 2023. TEMPO/Nita Dian
Yang misterius saat ini adalah Nistra Yohan. Irwan dan Windi telah mengaku memberikan dana senilai total Rp 70 miliar kepada Nistra untuk Komisi I DPR. Namun hingga kini penyidik belum meminta keterangan Nistra sehingga dugaan aliran dana korupsi BTS 4G ke Senayan tak kunjung ada kejelasan pengusutannya.
Kemarin, Ketut Sumedana menyatakan penyidik terus berupaya meminta keterangan Nistra. Kejaksaan sebelumnya juga menyatakan bakal menjemput paksa Nistra karena tiga kali tak memenuhi panggilan pemeriksaan oleh penyidik. "Sudah kami cari orangnya, enggak ketemu," katanya kemarin.
Ketut belum bisa menjelaskan lebih lanjut ihwal penjemputan paksa Nistra. Dia hanya memastikan Kejaksaan Agung terus mencari keberadaan Nistra.
JIHAN RISTIYANTI | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo