Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mendukung kebijakan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi yang menghapus tes baca tulis dan hitung (calistung) dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) jenjang Sekolah Dasar (SD).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Agar beleid itu berjalan lancar, menurut FSGI, hal tersebut harus didukung dengan pembenahan buku teks kelas 1 SD. "Karena FSGI menilai buku teks kelas 1 yang beredar dan digunakan banyak sekolah saat ini terlalu berat bagi anak yang masih belajar baca dan berhitung”, ujar Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti dalam rilis pada Kamis, 30 Maret 2023.
FSGI mendukung kebijakan penghapusan calistung masuk SD atas beberapa pertimbangan. Pertama, kata Retno, tes calistung untuk seleksi masuk SD telah mendorong guru-guru PAUD dan TK mengajarkan baca, tulis, dan hitung yang melampaui batas yang seharusnya diajarkan pada anak usia 4-6 tahun.
Sehingga, menurut dia, banyak anak saat ini bisa membaca di usia dini, namun bukan gemar atau cinta membaca. Menurut FSGI, hal yang dipaksakan sebelum waktunya berpotensi kuat membebani mental anak-anak yang harusnya baru mengenal huruf dan angka serta berhitung ringan dengan menggunakan benda-benda yang dikenal anak.
"Kedua, kebijakan ini sekaligus menjadi kepastian hukum bagi penyelenggaraan seleksi PPDB untuk jenjang SD," ujarnya,
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Itu artinya, jika ada SD yang melakukan tes calistung dalam PPDB SD, maka satuan pendidikan tersebut telah melanggar Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Permendikbud No. 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru.
Ketiga, seleksi masuk SD menggunakan batas minimal usia, yaitu 7 tahun. "Umumnya, tes calistung dilakukan oleh SD swasta karena untuk SD negeri ketentuannya sangat jelas, yaitu seleksi menggunakan usia anak," ujarnya.
Retno mengatakan calistung seharusnya dimulai ketika anak berusia 7 tahun atau saat anak memasuki usia SD. Jadi, tidak tepat menerapkan tes calistung ketika anak mau mendaftar SD.
“Umumnya, anak-anak baru bisa fokus untuk belajar hitung-hitungan ketika mereka memasuki usia 6-7 tahun. Sebab, di usia ini sensorik dan motorik anak sudah siap untuk mempelajari angka-angka dengan baik”, ujar Sekjen FSGI Heru Purnomo.
Rekomendasi dari FSGI
FSGI mendorong Kemendikbudristek untuk menyertai kebijakan hapus calistung dengan pembenahan buku-buku teks pelajaran kelas 1 SD. Hal ini dikarenakan buku-buku tersebut saat ini didominasi dengan bacaan yang panjang serta hitungan yang rumit, yang justru bertentangan dengan kebijakan untuk meniadakan calistung.
“Ini PR yang harus juga dipertimbangkan, buku-buku teks SD kelas 1 seharusnya sejalan dengan kebijakan merdeka belajar episode 24 ini”, ujar Heru.
FSGI juga mendorong Kemendikbudristek dan dinas-dinas pendidikan untuk mengedukasi para guru dan orang tua terkait kebijakan meniadakan tes calistung untuk jenjang SD.
Merujuk pada pengertiannya, calistung adalah singkatan dari baca, tulis, dan berhitung. Calistung merupakan pembelajaran dasar yang perlu anak pahami sejak dini guna mempermudahnya menerima pelajaran-pelajaran di masa depan.
“Namun, harus berhati-hati saat mengajarkan calistung pada anak. Ajarkan sesuai porsinya. Orang tua disarankan untuk menghindari mengajarkan calistung pada si kecil terlalu berat. Sebab, hal tersebut dapat mengganggu mental anak dan akan berpengaruh pada tumbuh kembang anak”, pungkas Heru.