Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Keluarga Abdurrahman Wahid atau Gus Dur akan menggelar peringatan haul ke-13. Acara tersebut akan diadakan Sabtu, 17 Desember 2022 di Ciganjur, Jakarta Selatan pada malam hari.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Haul Gus Dur akan diisi pembacaan tahlil yang dipimpin Katib Aam PBNU Akhmad Said Asrori. Haul ke-13 Gus Dur juga akan diisi refleksi dari Mustofa Bisri. Beliau yang akan menceritakan perjalanan Nahdlatul Ulama (NU) bersama Gus Dur.
Profil Abdurrahman Wahid atau Gus Dur
Abdurrahman Wahid lahir pada 7 September 1940 di Denannyar, Jombang, Jawa Timur. Ia lahir di masa penjajahan Belanda.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gus Dur merupakan putra Wahid Hasyim dan Solichah. Mulanya ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil, "Addakhil" berarti "Sang Penakluk".
Namun kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti dengan "Wahid". Untuk kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur.
"Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai, yang berati "abang" atau "mas".
Gus Dur merupakan putra pertama dari enam bersaudara. Keluarganya sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur.
Mengutip IAI An Nur Lampung, ayah Gus Dur, KH Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama pada 1949. Ibunya, Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.
Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang. Ia tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda.
Baca: Haul Gus Dur, Sinta Nuriyah: Bangsa Indonesia Defisit Tradisi
Pendidikan Gus Dur
Pada 1957, setelah lulus SMP, Gus Dur pindah ke Magelang untuk belajar di Pesantren Tegalrejo. Ia mendapat reputasi sebagai murid berbakat.
Gus Dur menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun. Yang mana seharusnya ditempuh selama empat tahun.
Pada 1959, Gus Dur pindah ke Pesantren Tambakberas Jombang. Di sini beliau mendapatkan pekerjaan sebagai guru dan kepala madrasah.
Gus Dur juga menjadi wartawan Horizon dan Majalah Budaya Jaya. Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial.
Dengan popularitas itu,ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar. Membuatnya harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang, tempat Gus Dur tinggal bersama keluarganya.
Awal Keterlibatan dengan NU
Melansir Media IPNU, sebagai anggota Dewan Pertimbangan Agama, Gus Dur membayangkan dirinya sebagai pembaharu NU.
Jelang Pemilu Legislatif 1982, Gus Dur berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Partai Islam yang dibentuk dari penggabungan empat partai Islam termasuk NU.
Pada Juli 1998, Gus Dur menanggapi pembentukan partai politik. Ini dilakukan agar warga NU bisa menyampaikan aspirasi politiknya. Partai tersebut diberi nama Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Pada tanggal 7 Februari 1999, PKB resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat presidennya. Pemilu April 1999, PKB meraih 12 persen suara dan PDIP memenangkan 33 persen suara.
Pada 20 Oktober 1999, Sidang Umum MPR memilih presiden baru. Meskipun suara PDIP yang terbesar, namun Gus Dur yang terpilih sebagai Presiden RI ke-4. Di karenakan suasana politik yang memanas kala itu.
DELFI ANA HARAHAP
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.