Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Imparsial menilai penggunaan isu SARA dalam Pilkada DKI Jakarta telah menjadi contoh buruk untuk pelaksanaan pilkada selanjutnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kemarin isu ini berhasil pada Pilkada DKI, jadi akan berlaku sama di Pilkada 2018 dan selanjutnya," kata Koordinator Peneliti Imparsial, Ardi Manto Adiputra di kantor YLBHI, Jakarta pada Ahad, 25 Maret 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ardi khawatir penggunaan isu SARA dalam Pilkada DKI akan ditiru di daerah lain dengan model yang tak jauh beda. "Kalau di DKI isunya agama dan etnis. Mungkin di daerah lain adalah keyakinan atau kelompok minoritas tertentu," kata dia.
Kekhawatirannya itu, kata Ardi, bukan berlebihan. Sebab, ia melihat model politik kebencian sudah mulai terjadi, meski pilkada belum berlangsung.
Dia mencontohkan dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat, sudah ada yang memainkan isu antiSyiah yang dikaitkan dengan salah satu kandidat gubernur. Menurut dia, tindakan itu adalah adopsi dari politik kebencian di pilkada DKI Jakarta. "Di DKI mereka berhasil. Ini membuka peluang lebih besar untuk terulang di daerah lain," kata dia.
Ardi menuturkan isu SARA terus dipakai karena terbukti efektif, meskipun buruk. Dia mengatakan pemakaian isu SARA juga lebih murah ketimbang politik uang. "Tinggal nyebar hoaks aja di media sosial, selesai," kata dia.
Ardi menuturkan aturan pelarangan penggunaan isu SARA dalam kampanye pilkada juga sulit diterapkan. Sebab, sulit untuk membuktikan seorang kandidat menggunakan kampanye hitam ini secara hukum. "Biasanya dipakai pihak ketiga untuk menyebarkan. Dan biasanya penyelidikan berhenti di sana saja," kata dia.