Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo mengisi kuliah umum Pendidikan Khusus Profesi Advokat Angkatan X Bina Nusantara University (Binus) pada Sabtu, 4 Mei 2024. Dalam paparannya berjudul “Beracara di Mahkamah Konstitusi”, Suhartoyo mengajak para mahasiswa untuk memahami dasar hukum pembentukan MK, kewenangannya, dan kewajibannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia juga membahas proses beracara di MK, terutama fokus pada pengujian undang-undang (PUU). Suhartoyo menjelaskan bahwa setiap warga negara Indonesia dapat mengajukan PUU yang dianggap tidak sesuai dengan perkembangan hak konstitusional warga negara. Namun, warga negara asing tidak diperbolehkan melakukan pengujian norma dalam konstitusi Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Prinsipal dapat menunjuk pendamping yang bukan advokat. Ini dilakukan MK untuk memudahkan para pencari keadilan yang berkaitan dengan hak konstitusionalnya yang dirasakan dirugikan, sehingga di sini tidak boleh terhalang oleh finansial,” tutur Suhartoyo, dikutip melalui keterangan resminya.
Selanjutnya, Suhartoyo menjabarkan mengenai sistematika permohonan PUU sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 2 Tahun 2021. Sistematika tersebut mencakup identitas pemohon, uraian dasar permohonan, alasan-alasan permohonan pengujian (posita), dan hal-hal yang dimohonkan (petitum)
Suhartoyo juga menjelaskan proses persidangan PUU, mulai dari sidang pemeriksaan pendahuluan hingga pembuktian lebih lanjut yang melibatkan DPR dan Pemerintah. Kehadiran pihak DPR dan Pemerintah ini tidak sebagai tergugat, melainkan untuk memberikan keterangan terkait kajian akademik dan menjawab pertanyaan dari pemohon.
Lebih lanjut, Suhartoyo memperkenalkan kewenangan MK dalam menyelesaikan sengketa kewenangan lembaga negara yang diatur dalam konstitusi. Dia membahas beberapa kasus dari negara lain yang pernah diajukan ke MK, serta kewenangan MK dalam penyelesaian perkara pemilu presiden/wakil presiden, pemilu legislatif, dan pemilihan kepala daerah.
Kemudian, dia merinci perbedaan legal standing dari masing-masing pihak yang dapat mengajukan permohonan dan hal-hal terkait penyelenggaraan persidangan dan penyelesaiannya di MK.
Adapun terkait manfaat putusan MK, termasuk kewenangan MK dalam memberikan penafsiran baru bagi undang-undang, Suhartoyo memberikan contoh kasus di mana MK memberikan penafsiran atas ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan hak konstitusional warga negara.
Menurut dia, MK memberikan pemaknaan bersyarat pada sebuah norma yang dibuat oleh pembuat undang-undang, untuk memberikan manfaat dalam kewenangannya bagi warga negara yang mencari keadilan.
“Jika MK tidak memberikan penafsiran dan hanya menyatakan bertentangan dengan undang-undang dasar, MK menjadi tidak memberikan sumbangsih apa-apa pada kebutuhan warga negara,” kata Suhartoyo.
Pilihan Editor: Kemendikbud Ungkap 3 Masalah di Pendidikan Tinggi