Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta – Juru Bicara Wakil Presiden Jusuf Kalla, Husain Abdullah menanggapi kritik Sejarawan JJ Rizal yang ditujukan kepada Jusuf Kalla mengenai Rumah Cimanggis. Husain mengatakan sebaiknya yang dilakukan Rizal adalah menuntun menggunakan logika untuk mengkaji aspek kesejarahan sebuah objek.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Setelah saya pelajari tentang Rumah Cimanggis, menurut saya sejarawan jangan sampai 'stunting' atau berpikir kerdil,” kata Husain dalam keterangan tertulis pada Kamis, 18 Januari 2018. Ia mengatakan berpikir kredil atau stunting sejarah bisa membuat Indonesia menjadi tidak percaya diri melihat kemampuannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wapres Jusuf Kalla sebelumnya menyampaikan rencana pembangunan gedung Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) di Cimanggis, Depok, yang lokasinya dekat dengan Rumah Cimanggis. Di tengah rencana pembangunan tersebut, timbul desakan agar salah satu situs bersejarah di sekitar area rencana pembangunan kampus itu, yaitu Rumah Cimanggis diselamatkan. Rumah Cimanggis adalah bekas rumah peninggalan Gubernur Jenderal VOC Petrus Albertus van der Parra.
JK menanggapi desakan tersebut dengan mengatakan tidak ada yang bisa dibanggakan dari rumah Cimanggis. Ia mengatakan situs tersebut adalah bekas rumah istri kedua pejabat VOC yang korup.
Rizal pun meralat pernyataan Kalla mengenai rumah peninggalan VOC di Cimanggis, Depok. Menurut dia, hal itu menunjukan pemerintah masih dijangkiti penyakit hongeroedeem alias busung lapar sejarah. Pernyataan JK disebutnya ibarat pohon kering yang tak punya akar, sehingga tak memberi keteduhan. "Beberapa hal yang secara faktual bermasalah, bahkan berbahaya dari pernyataan Pak JK," ujar Rizal kepada Tempo, Selasa, 16 Januari 2018.
Rizal mengatakan, jika rumah Cimanggis dianggap tidak layak sebagai situs sejarah karena bekas bangunan penjajah yang korup, maka akan banyak sekali bangunan sejarah di Indonesia yang perlu dihancurkan dan dikoreksi karena tidak layak sebagai situs sejarah. Dia mencontohkan Museum Sejarah Jakarta dan seluruh area Kota Tua Jakarta yang menjadi pusat pemerintahan VOC yang juga berperilaku korup.
Di sisi lain, Husain menjelaskan bahwa Benteng Rotterdam bukan dibangun oleh Belanda melainkan didirikan oleh Raja Gowa, seorang pengawal Benteng Somba Opu. Kemudian, benteng tersebut direbut oleh Belanda setelah Speelman menaklukan Gowa.
Husain menyarankan agar Rizal tidak perlu membenturkan hal itu dengan rencana pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia. “Apalagi melebih lebihkan rumah Cimanggis yang sebelumnya kurang menjadi perhatian sejarawan,” ujarnya.