Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Komnas HAM Turun Tangan dalam Kasus Jilbab di SMKN 2 Padang

Komnas HAM ikut turun tangan dalam kasus ini setelah adanya laporan dari pihak keluarga siswi yang dipaksa menggunakan jilbab.

25 Januari 2021 | 12.50 WIB

Komisioner Pendidikan & Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara (ketiga kiri) menerima peryataan sikap dari perwakilan Forum Lintas Paguyuban se Papua di Jakarta, Jumat, 11 Oktober 2019. Perwakilan Forum Lintas Paguyuban se Papua yang juga menjadi korban kerusuhan di Wamena mendesak Komnas HAM untuk turun tangan menyelesaikan kerusuhan yang terjadi di Wamena beberapa waktu yang lalu.  ANTARA
Perbesar
Komisioner Pendidikan & Penyuluhan Komnas HAM Beka Ulung Hapsara (ketiga kiri) menerima peryataan sikap dari perwakilan Forum Lintas Paguyuban se Papua di Jakarta, Jumat, 11 Oktober 2019. Perwakilan Forum Lintas Paguyuban se Papua yang juga menjadi korban kerusuhan di Wamena mendesak Komnas HAM untuk turun tangan menyelesaikan kerusuhan yang terjadi di Wamena beberapa waktu yang lalu. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Kasus pemaksaan penggunaan jilbab bagi siswi non muslim di SMKN 2 Padang terus berlanjut. Hari ini, Komnas HAM rencananya bertemu dengan pihak Pemerintah Provinsi Sumatera Barat untuk membahas kasus ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

"Hari ini akan ada pertemuan antara Komnas HAM perwakilan Sumatera Barat, Ombudsman, dan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Barat untuk menyelesaikan kasus yang ada," kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, saat dihubungi Senin, 25 Januari 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Komnas HAM ikut turun tangan dalam kasus ini setelah adanya laporan dari pihak keluarga siswi yang dipaksa mengenakan jilbab tersebut. Ia mengatakan kasus ini terjadi karena adanya aturan yang sudah lama dibuat.

"Ada instruksi Mantan Wali Kota Padang Pak Fauzi Bahar, yang mewajibkan siswi muslim berjilbab dan menyarankan siswi beragama lain berjilbab atau menyesuaikan," kata Beka.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sendiri telah turun tangan dalam perkara ini. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengecam adanya aturan ini dan menjanjikan adanya sanksi terhadap pihak yang terlibat, jika memang terbukti bersalah.

Ia mengatakan tindakan sekolah tersebut bertentangan dengan Pasal 55 UU 39/1999 tentang HAM dan Pasal 4 ayat 1 UU Nomor 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 45 tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah.

"Sekolah tidak boleh sama sekali membuat peraturan atau imbauan kepada peserta didik untuk menggunakan model pakaian kekhususan agama tertentu sebagai pakaian seragam sekolah, apalagi jika tidak sesuai dengan agama atau kepercayaan peserta didik," ujar Nadiem.

Hal tersebut, lanjut Nadiem, merupakan bentuk intoleransi atas keberagaman sehingga bukan saja melanggar peraturan perundang-undangan melainkan juga nilai-nilai Pancasila dan Kebhinekaan. "Untuk itu, pemerintah tidak akan mentolerir guru dan kepala sekolah yang melakukan pelanggaran dalam bentuk intoleransi tersebut," ujar Nadiem.

EGI ADYATAMA | ANDITA RAHMA

Egi Adyatama

Egi Adyatama

Bergabung dengan Tempo sejak 2015. Alumni Universitas Jenderal Soedirman ini sejak awal meliput isu politik, hukum, dan keamanan termasuk bertugas di Istana Kepresidenan selama tiga tahun. Kini menulis untuk desk politik dan salah satu host siniar Bocor Alus Politik di YouTube Tempodotco

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
Âİ 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus