Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Koran Achtung Sebut Prabowo Subianto Penculik Aktivis 1998, TKN Akan Lapor ke Bareskrim

TKN menyatakan penyebutan Prabowo Subianto sebagai penculik aktivis 1998 sebagai tindak pidana pemilu.

13 Januari 2024 | 07.50 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Calon Presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto saat menerima dukungan dari Nelayan di Kertanegara 4, Jakarta, Jumat, 12 Januari 2023. Nelayan yang tergabung dalam Solidaritas Nelayan Indonesia (SNI) mendeklarasikan dukungan kepada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden Prabowo Subianto dan Gibran Rakabumuing Raka pada Pilpres 2024. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka atau TKN Prabowo-Gibran, Habiburokhman, menyatakan pihaknya akan melaporkan Koran Achtung! yang menyebut Prabowo sebagai penculik aktivis 1998. Dia menilai informasi itu sebagai fitnah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politikus Partai Gerindra mengatakan, koran Achtung! tersebar di kota-kota besar seperti Jakarta, Jawa Barat, Lampung, Pekanbaru, Aceh dan Sumatera Utara. Pada halaman sampul, tampak tertulis "Inilah Penculik Aktivis 1998" dengan latar belakang wajah Prabowo. Tak hanya itu, tertulis pula "Politik Dinasti Ancaman bagi Demokrasi".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Habiburokhman mengatakan, pihaknya memerlukan waktu 2-3 hari untuk mengumpulkan semua bukti sebelum melaporkan secara resmi ke Bareskrim.

"Ini murni pidana, enggak ada kaitannya Pemilu dalam konteks penegakan hukum,” ujar Habiburokhman dalam jumpa pers di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat, 12 Januari 2024.

Tak tahu siapa penyebar koran

Penyebaran Koran Achtung!, menurut Habiburokhman, sebagai upaya menggagalkan Pemilu 2024. Meski begitu, dia mengaku sampai saat ini belum bisa mengidentifikasi pembuat dan penyebar koran itu. Dia menyatakan TKN bakal menyerahkan temuan itu ke Bareskrim Polri.

"Terduga pelaku waulohualam, tidak tahu, tidak diketahui, dalam lidik, nah itu bahasanya kalau kepolisian dalam lidik kemudian sebagian besar temuan ini ada yang sudah dilaporkan ada yang belum dan ada yang sedang,” kata Habiburokhman. 

Klaim 4 fakta soal Prabowo tidak terlibat penculikan aktivis

Habiburokhman pun menyatakan ada empat fakta hukum yang membantah keterlibatan Prabowo Subianto soal penculikan para aktivis tersebut. Pertama, dia mengatakan, tidak ada keterangan dari saksi dalam persidangan Tim Mawar yang menyebutkan soal perintah Prabowo untuk menculik aktivis 98. Tim Mawar adalah sebutan untuk Group IV Kopassus yang terlibat dalam penculikan.

Kedua, menurut dia, keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor KEP/03/VIII71998/DKP yang menjadi landasan pemecatan Prabowo hanya bersifat rekomendasi, bukan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Selanjutnya, Habiburokhman menyebut mantan Presiden B.J. Habibie memberhentikan Prabowo sebagai Danjen Kopassus dengan hormat karena menghormati pengabdian dan jasanya selama bertugas sebagai prajurit TNI.

Terakhir, dia pun menyinggung ketidakmampuan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melengkapi hasil penyelidikan pelanggaran HAM berat yang dituduhkan kepada Prabowo.  

Selanjutnya, 13 aktivis masih hilang

Menurut catatan Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI) ada 13 orang yang hilang dan tak diketahui rimbanya hingga saat ini. Empat diantaranya adalah para aktivis Partai Rakyat Demokratik yaitu: Wiji Thukul, Bima Petrus, Herman Hendrawan, dan Suyat.

Akibat aksinya ini, Prabowo sempat diperiksa oleh tim yang dikenal dengan Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang beranggotakan jenderal-jenderal senior. Mereka adalah Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo sebagai ketua dan enam anggota berpangkat letnan jenderal, yaitu Djamari Chaniago, Fachrul, Yusuf Kartanegara, Agum Gumelar, Arie J. Kumaat, dan Susilo Bambang Yudhoyono. Dewan Kehormatan Perwira akhirnya merekomendasikan pemberhentian Prabowo dari dinas militer.

Meskipun demikian, Prabowo Subianto memang belum sempat diadili secara hukum dalam kasus ini. Rekomendasi DPR pada 2009 agar pemerintah membentuk pengadilan HAM ad hoc dan mengusut kasus penculikan 13 aktivis yang masih hilang pun tak berjalan hingga saat ini. Pemerintahan Presiden Jokowi justru memilih jalur non hukum dengan membentuk Tim penyelesaian nonyudisial pelanggaran HAM berat (PPHAM) melalui Keppres No.17/2022.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus