Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

KPU Disebut Tidak Jalankan Putusan MA soal Aturan Keterwakilan Perempuan

Setelah menemui DPR RI dan pemerintah, KPU batal merevisi PKPU.

22 September 2023 | 12.58 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ketua Komisi Pemilihan Umum Hasyim Asy'ari (tengah) dan empat anggotanya dalam konferensi pers menjelaskan proses penyaluran logistik pemilihan umum atau Pemilu 2024 di gedung KPU, Rabu, 20 September 2023. TEMPO/Ihsan Reliubun

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum disebut tidak menjalankan putusan Mahkamah Agung tentang putusan merevisi Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023. Hal itu disampaikan pengadu dalam sidang dugaan pelanggaran kode etik di Dewan Kehormatan Penyelengara Pemilu dengan teradu tujuh komisioner KPU.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kuasa hukum Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, Ihsan Maulana, saat membacakan poin aduan, mengatakan meminta KPU merevisi Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023. "KPU menyampaikan dalam pernyataan publik akan melakukan revisi," kata Ihsan di ruang sidang DKKP, Jakarta, Jumat, 22 September 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pasal 8 ayat 2 PKPU menyebutkan, jika penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan (dapil) menghasilkan angka pecahan, maka apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50 (lima puluh), hasil penghitungan dilakukan pembulatan ke bawah.

Namun, setelah berkonsultasi dengan pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat, kata Ihsan, pengubahan isi PKPU tak pernah dilaksanakan. Setelah janji mengubah pasal batal, para aktivis mengajukan uji materil ke Mahkamah Agung.

"Dalam putusannya, MA menyatakan, Pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU yang menyatakan pembulatan ke bawah hasil penghitungan 30 persen adalah keliru," kata Ihsan.

Ihsan menambahkan, dalam putusannya, MA memerintahkan harus mengembalikan isi PKPU itu ke pembulatan ke atas. Pembulatan ke atas ini agar keterwakilan perempuan sebagai calon anggota legislatif sekurangnya 30 persen di setiap daerah pemilihan terpenuhi .

"Namun keputusan Mahkamah Agung sampai saat ini belum dilaksanakan," ujar dia. "Tindakan tujuh teradu merupakan pelanggaran sangat serius, yakni prinsip mandiri, jujur, profesional, dan kepastian hukum tidak dipenuhi taradu."

Selanjutnya, Ihsan menjelaskan, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan meminta tanggung jawab KPU secara etik untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga penyelengara pemilu. Serta terwujudnya penyelengaraan pemilu yang inklusif, jujur, dan adil," ucap Ihsan.

Tujuh teradu dalam dugaan pelanggaran kode etik ini, di antaranya Ketua KPU Hasyim Asy’ari; dan anggota Idham Holik, August Mellaz, Yulianto Sudrajat, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Mochammad Afifuddin.

Sementara, pengadu yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Keterwakilan, yakni Mikewati Vera Tangka (Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia), Listyowati (Ketua Yayasan Kalyanamitra), Misthohizzaman (Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID).

Wirdyaningsih (dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan anggota Bawaslu RI Periode 2008-2012) dan Hadar Nafis Gumay (Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity).

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus