Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Tubagus Hasanuddin mendukung langkah Dewan Pers untuk menangani kasus teror kepala babi terhadap jurnalis Tempo. Politikus PDI Perjuangan itu menegaskan bahwa kebebasan pers merupakan bagian penting dari demokrasi yang sehat dan harus dilindungi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Saya mendukung penuh sikap Dewan Pers dalam menindaklanjuti kasus ini. Tidak boleh ada intimidasi atau tekanan terhadap jurnalis yang menjalankan tugasnya. Kebebasan pers adalah pilar utama dalam negara demokratis," kata Hasanuddin, Sabtu, 22 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia juga mendesak aparat penegak hukum mengusut tuntas kasus tersebut dan memberi perlindungan kepada jurnalis agar bisa bekerja tanpa ancaman. Sebab segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis harus ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku.
"Pers bekerja untuk kepentingan publik, mengungkap fakta, dan mengawal jalannya pemerintahan. Karena itu, mereka harus mendapatkan jaminan keamanan dalam menjalankan tugasnya," kata dia.
Mantan Sekretaris Militer Presiden ini juga berharap kasus ini menjadi momentum bagi semua pihak untuk memperkuat perlindungan terhadap kebebasan pers di Indonesia.
Awalnya paket kepala babi dikirim ke kantor grup media Tempo di Jalan Palmerah Barat, Jakarta Selatan pada Rabu sore, 19 Maret lalu. Paket yang dibungkus kotak kardus dan dilapisi styrofoam itu ditujukan kepada Francisca Christy Rosana atau Cica, jurnalis desk politik dan host siniar Bocor Alus Politik. Pembawanya adalah kurir dengan menggunakan sepeda motor matic berwarna putih. Ia mengenakan jaket hitam dan celana jins, serta memakai helm ojek online.
Cica baru mengambil paket itu pada Kamis, 20 Maret 2025 pukul 15.00, ketika baru sampai kantor dari liputan bersama Hussein Abri Yusuf Muda Dongoran, sesama wartawan desk politik dan host Bocor Alus. Ia mengambil paket dan membawanya ke ruang redaksi di lantai IV. Setelah kotak kardus sudah dibuka seluruhnya, terpampang kepala babi. Kedua telinga kepala babi terpotong.
Kepala Kantor Kepresidenan Hasan Nasbi merespons kabar teror kepala babi terhadap Tempo tersebut. Ia mengatakan sebaiknya kepala babi yang menjadi teror kepada Tempo itu dimasak saja.
"Saya lihat dari media sosial Francisca. Dia justru minta dikirim daging babi. Artinya dia tidak terancam. Dia bisa bercanda. ‘Kirimin daging babi dong’,” kata Hasan di Istana Kepresidenan Jakarta, Sabtu, 22 Maret 2025.
Menurut Hasan, teror itu merupakan masalah Tempo dengan pihak lain. Pemerintah tidak mau dikaitkan. Dia meminta agar teror ini tidak dibesar-besarkan. Pemerintahan Prabowo Subianto, kata dia, menjamin kebebasan pers.
Tubagus Hasanuddin mengkritik pernyataan Hasan Nasbi tersebut. “Kurang etis dan menganggap masalah ini bukan masalah serius dengan meminta agar kepala babi itu dimasak dan dimakan saja. Harusnya dia justru meminta aparat keamanan melakukan penyelidikan siapa pengirim kepala babi itu," kata Hasanuddin.
Pernyataan Hasan Nasbi juga menuai kecaman sejumlah lembaga masyarakat sipil. Peneliti dan pengamat militer dari Centra Initiative, Al Araf, menilai pernyataan Hasan tersebut cenderung merendahkan dan tidak patut disampaikan oleh seorang Kepala Kantor Komunikasi Presiden.
“Kami mengingatkan kepada Presiden bahwa pernyataan ini sama sekali tidak seharusnya didiamkan, karena mengandung unsur kebencian terhadap kelompok jurnalis atau media yang kritis,” kata Al Araf, Jumat kemarin.
Ketua PBHI Julius Ibrani juga menilai pernyataan Hasan itu sudah menyepelekan teror kepada Tempo. Ia mengatakan pernyataan Hasan itu sudah mengusik rasa aman para jurnalis. Julius juga menilai tanggapan Hasan terhadap teror kepala babi tersebut menunjukkan rendahnya komitmen pemerintah terhadap demokrasi dan kebebasan sipil.
“Kami mendesak kepada Presiden untuk meninjau kembali posisi Hasan Nasbi dari jabatan Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan. Dengan sikap tersebut di atas, nampak ia tidak cukup patut secara etika untuk menyampaikan pesan kepresidenan kepada masyarakat,” kata Julius.
Hendrik Yaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Jika TNI Operasi Militer di Ruang Siber