Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Peradilan di tengah pelototan

Kasus kapasan dan kasus dharmahusada akan disidangkan di pn surabaya. para terdakwa pelaku penganiayaan pembantu, yang hampir menimbulkan peristiwa rasial mulai diperiksa pihak yang berwajib. (nas)

22 November 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INI babak lanjutan peristiwa Jalan Kapasan, Surabaya. Hanya dua bulan setelah kejadian, peristiwa yang -- jika saja aparat keamanan tidak segera turun tangan -- hampir menimbulkan kerusuhan rasial di Surabaya itu sudah mulai diungkapkan. Para terdakwa pelaku penganiayaan pembantu -- yang terkenal dengan istilah kasus Kapasan dan kasus Dharmahusada itu akan disidangkan di Pengadilan Negeri Surabaya, Kamis pekan ini. Suatu kerja keras belum lagi usai. Setelah petugas keamanan berhasil menggagalkan meletusnya kerusuhan akibat peristiwa ini dan sampai mempermaklumkan "siaga satu" (TEMPO, 4 Oktober 1986), polisi menyidiknya, dan kejaksaan menyelesaikannya dalam lima berkas perkara, kini giliran pengadilan kebagian kerja yang -- menurut seorang majelis hakim yang bakal menyidangkannya -- "secara hukum amat simpel, karena baik terdakwa maupun saksi telah membenarkan apa yang dituduhkan." Namun, besarnya perhatian masyarakat, yang memang telah menunggu perkara ini disidangkan, bagaimanapun, memaksa para hakim bekerja lebih keras. Di pengadilan, metal detector, yang jarang dipakai, kini dipasang kembali di setiap pintu masuk ruang sidang. Tiga hari menjelang hari persidangan, pihak kejaksaan, pengadilan, dan keamanan mengadakan pertemuan tertutup. Sedang Pangdam Brawijaya Mayjen Saiful Sulun, pada hari yang sama, juga mengadakan pertemuan dengan para pengacara Surabaya. Di antaranya, Pangdam menjamin keselamatan para pengacara yang terlibat langsung dalam perkara tersebut, baik di dalam maupun di luar persidangan. "Yang penting, jalankan persidangan dengan wajar," ujarnya, menanggapi kekhawatiran pengacara yang menilai persidangan kali ini tergolong rawan. Sidang terbuka kali ini -- lantaran past akan dibanjiri pengunjung -- akan mendapat pengamanan ketat. Kartu tanda masuk tanda pengenal wartawan, dan pengera suara -- yang jarang dipakai dalam persi dangan di PN Surabaya -- kini diberlakukan lima majelis hakim telah disiapkan untuk sidang semimaraton, yang menurut Humas PN Surabaya Monang Siringgo-ringgo, "kalau perlu sampai sore." Tiga majelis akan menangani kasus Kapasan. Masing-masing dengan terdakwa Hermat Hananto, The Hoen Hoen (istri Herman), serta kedua anaknya. Sedang dua lainnya akan memperkarakan suami-istri Suseno Kurniawan dan Yuliana Mintu, serta Ny. Sulastri -- mertua Suseno, pada kasus Dharmahusada. Adalah Herman, 36, yang akan disidangkan lebih dulu, dengan dakwaan merampas kemerdekaan, menganiaya dengan sengaja, serta memperkosa. Menurut sumber TEMPO, perkosaan inilah yang mengawali penderitaan Irah, pembantu Herman, asal Pacitan. Istri Herman, The Hoen Hoen, lalu terbakar cemburu terhadap Irah. Mulailah The Hoen Hoen berlaku kasar pada pembantunya, dan bahkan menganiayanya, yang segera ditiru oleh kedua anaknya. Irah pun tak diberi kesempatan ke luar rumah, di petak pertokoan Jalan Kapasan -- persis berhadapan dengan kantor polisi. Oleh The Hoen Hoen, masih menurut sumber tadi, "Kedua anaknya pun diberi kunci duplikat, sehingga bisa keluar-masuk rumah tanpa perlu minta bantuan Irah." Hanya secara kebetulanlah, seperti yang telah diberitakan, Irah berhasil lolos dari sekapan. Adapun Darti dan Markana kendati tak mengalami gangguan fisik separah Irah, mengantar majikannya pula untuk disidangkan. Mereka berdua sering mengambil makanan, juga roti, milik majikannya -- pemilik toko di Jalan Dharmahusada. Karena itulah, kedua pembantu ini lalu disekap, dipukuli dengan rotan atau rantai pengikat anjing, juga dibenturkan ke pintu kamar mandi. Bahkan -- ini yang keterlaluan -- "keduanya pernah disuruh mencicipi makanan yang sudah dicampur air comberan dan menggigit batu". Padahal, Darti dan Markanah mengambil makanan tersebut karena jatah makan yang diberikan padanya sangat kurang. Apa yang sebenarnya terjadi memang masih menunggu persidangan. Buat para siswa, pihak pengadilan mengingatkan, "Tak usah bolos, baca saja lewat koran." Z.U. (Biro Jawa Timur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus