Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Proses rehabilitasi anak dengan disabilitas tidak bisa dicampur dengan rehabilitasi untuk difabel dewasa. Direktur Rehabilitasi Sosial Anak, Kementerian Sosial, Kanya Eka Santi mengatakan pemerintah berupaya memindahkan rehabilitasi sosial anak dengan disabilitas ke organisasinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Tentunya dengan proses rehabilitasi pada keluarga terlebih dulu," kata Kanya Eka Santi di acara diskusi publik 'Para Pengejar Mimpi ISIS' di Ruang dan Tempo, Selasa 9 Juli 2019. Proses rehabilitasi anak dengan disabilitas tentu berbeda dibanding pemulihan penyandang disabilitas dewasa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Balai Rehabilitasi Sosial Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus atau BRSAMPK Handayani, Kementerian Sosial, Neneng Heriani mengatakan rehabilitasi sosial terhadap anak membutuhkan pendekatan yang lebih komprehensif. "Proses rehabilitasi sosial anak memerlukan intervensi dari psikolog, sosiolog, pekerja sosial, dan pakar pendidikan," kata dia.
Saat ini Kementerian Sosial memiliki 19 Balai Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas yang tersebar di seluruh Indonesia. Balai rehabilitasi sosial itu terdiri dari 3 Balai Besar Rehabilitasi, yaitu Balai Besar Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Fisik di Solo, Jawa Tengah; Balai Besar Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Sensori di Bandung, Jawa Barat; dan Balai Besar Rehabilitasi Penyandang Disabilitas Intelektual di Cibinong, Jawa Barat.
"Sisanya sebanyak 16 balai rehabilitasi sosial tersebar di seluruh Indonesia, seperti Gorontalo, Bandung, dan beberapa wilayah lainnya," ujar Kanya Eka Santi. Dengan dipisahnya proses rehabilitasi anak disabilitas dengan difabel dewasa, maka balai rehabilitasi sosial penyandang disabilitas hanya menerima penyandang disabilitas dewasa.