Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat menemukan sejumlah kejanggalan dalam rencana penambangan batu andesit di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Kejanggalan itu antara lain mekanisme pembebasan lahan secara konsinyasi serta upaya memaksakan penambangan di Wadas dengan dalih untuk kepentingan proyek strategis nasional.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Wakil Ketua Komisi Hukum DPR, Desmond Junaidi Mahesa, mengatakan ada berbagai upaya pemerintah untuk memaksakan pembebasan lahan warga Wadas. Misalnya, pemerintah memasukkan rencana penambangan batu andesit di Wadas menjadi bagian pembangunan Bendungan Bener, yang merupakan proyek strategis nasional. “Pertanyaannya, kenapa (Gubernur Jawa Tengah) Ganjar Pranowo memasukkan Wadas yang bukan bagian dari proyek strategis nasional menjadi seolah-olah proyek strategis nasional Bendungan Bener,” kata Desmond, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Politikus Partai Gerindra ini menduga pemerintah sengaja memasukkan penambangan andesit sebagai proyek strategis nasional agar bisa memaksa warga Wadas melepas lahannya. Sesuai dengan Undang-Undang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum serta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum, masyarakat wajib melepas lahannya untuk kepentingan proyek strategis nasional.
Menurut Desmond, warga Wadas yang menolak melepas lahannya akan dipaksa menerima uang ganti rugi melalui mekanisme konsinyasi, yaitu penitipan uang ganti rugi di pengadilan karena pemilik lahan tak menyetujui nilai ganti rugi yang ditawarkan. “Konsinyasi seharusnya diberlakukan untuk wilayah PSN, sementara Wadas di luar proyek strategis nasional,” katanya.
Komisi Hukum DPR mengetahui upaya pemaksaan pembebasan lahan tersebut saat berkunjung ke Desa Wadas, Senin lalu. Komisi III DPR juga mendapati sejumlah kejanggalan lain, antara lain rencana penambangan batu andesit di Wadas bertujuan untuk menghemat anggaran pembangunan Bendungan Bener. Selanjutnya pemerintah tidak menerapkan izin usaha pertambangan (IUP) dalam rencana penambangan batu andesit di Wadas, serta pengambilan dan pengangkutan batu andesit akan melibatkan pihak ketiga.
Warga Desa Wadas penolak tambang batu andesit menggelar acara pentas seni di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, 1 Januari 2022. TEMPO/Shinta Maharani
Polemik penambangan di Wadas menyeruak saat pihak Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak memaksa mengukur lahan warga Wadas untuk dibebaskan, Februari lalu. Ratusan polisi dari Kepolisian Daerah Jawa Tengah dan Kepolisian Resor Purworejo mengamankan rencana pengukuran lahan itu. Tapi warga Wadas melawan sehingga berujung pada tindakan kekerasan oleh polisi terhadap masyarakat.
Tindakan represi itu menuai kecamatan berbagai kalangan, termasuk Komisi Hukum DPR. Anggota Komisi Hukum sudah tiga kali berkunjung ke Wadas untuk mengevaluasi rencana pemerintah menambang andesit di sana.
Siasat Menghemat Anggaran
Desmond Junaidi Mahesa mengatakan tim Komisi Hukum DPR mendapat informasi bahwa pemerintah hendak menghemat anggaran dalam proyek Bendungan Bener sehingga memilih untuk menambang batu andesit di Wadas. Semula, anggaran pembangunan Bendungan Bener ditaksir mencapai Rp 7 triliun, dengan hitungan akan membeli bahan baku batu andesit dari hasil izin usaha pertambangan. Skema ini berubah dengan rencana menambang andesit di Wadas. Setelah perubahan skema ini, pemerintah menaksir kebutuhan anggaran pembangunan Bendungan Bener sebesar Rp 2,06 triliun.
Masalah lain, kata Desmond, pemerintah akan menambang andesit di Wadas tanpa menerapkan izin usaha pertambangan. Desmond mengatakan Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral telah menerbitkan surat yang mengizinkan kegiatan penambangan andesit di Wadas tanpa IUP. Warga Wagas tengah menggugat surat Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara itu ke Mahkamah Agung karena dianggap bertentangan dengan undang-undang.
Komisi Hukum juga menyorot pelibatan pihak ketiga dalam pengambilan dan pengangkutan batu andesit di Wadas. Desmond menegaskan, pemerintah wajib mengumumkan perusahaan yang melakukan pengambilan dan pengangkutan batu andesit tersebut serta biayanya.
Kejanggalan lain, kata Desmond, potensi batu andesit pada lahan yang akan dibebaskan di Wadas mencapai 40 juta meter kubik. Sedangkan pembangunan Bendungan Bener hanya membutuhkan 8,5 juta meter kubik batu andesit. Hingga saat ini, pemerintah belum menjelaskan peruntukan selisih batu andesit tersebut. “Kalau sisanya itu dijual, akan berdampak pada kerugian negara," ujar dia.
Anggota Komisi Hukum DPR, Nasir Djamil, menguatkan penjelasan Desmond. Politikus Partai Keadilan Sejahtera ini mengatakan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021 tentang Pembaruan atas Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah bagi Pembangunan Bendungan Bener di Kabupaten Purworejo mengakibatkan kerugian bagi warga Wadas, baik mereka yang tak memiliki lahan maupun warga yang lahannya masuk dalam rencana penambangan.
Nasir juga menyoal sosialisasi pemerintah kepada warga Wadas yang tak proporsional. Selama ini pemerintah hanya mensosialisasi rencana penambangan itu kepada warga Wadas yang mendukung tambang andesit. “Mestinya ada mekanisme yang menampung aspirasi masyarakat yang tidak setuju, tidak bisa pemerintah mutlak melakukan penambangan,” kata Nasir.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengaku belum mengetahui temuan Komisi Hukum DPR tersebut. “Saya tidak pernah dapat laporan itu. Coba Anda klarifikasi ke anggota Komisi III, apakah mereka klarifikasi ke kami soal (tuduhan) itu,” kata dia.
Jumat pekan lalu, Ganjar juga mengirim keterangan tertulis ke awak media. Ia menyatakan akan berkomitmen melakukan pendekatan persuasif untuk menyelesaikan konflik tambang di Wadas. “Pendekatannya lebih kepada personal dan beberapa kali warga dialog dengan saya,” kata dia.
Ganjar mengklaim persentase pembayaran pembebasan lahan sudah mencapai 92 persen. Hingga saat ini, pemerintah sudah membebaskan 576 bidang tanah di Wadas. Tersisa 42 bidang tanah belum diganti rugi karena tidak tercapai kesepakatan.
Direktur Jenderal Bendungan dan Danau Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Airlangga Mardjono, mengatakan BBWS Serayu Opak dan pemerintah Jawa Tengah masih memproses pembebasan lahan di Wadas. Ia juga mengakui pelibatan kontraktor dalam pengambilan dan pengangkutan batu andesit di Wadas ke lokasi proyek Bendungan Bener, yaitu PT Pembangunan Perumahan Tbk dan PT Brantas Abipraya. Tapi ia tak bersedia menanggapi temuan Komisi Hukum tersebut. “Saya tidak mau menanggapi temuan Komisi III. Silakan dibaca data-data sekunder yang ada,” kata Airlangga.
AVIT HIDAYAT | IMA DINI SHAFIRA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo