Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrat menyoroti cara pemerintah merespons kritik kepada Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam bentuk mural belakangan ini. Partai Demokrat mempertanyakan pernyataan Presiden yang mengaku mengapresiasi kritik membangun dari publik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kenyataannya, para pembuat mural yang mengkritik dicari-cari dan dikejar-kejar. Muralnya pun dihapus," kata Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra dalam keterangan tertulis, Rabu, 18 Agustus 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Herzaky mengatakan, pemerintah termasuk aparat mestinya bijaksana menyikapi munculnya mural atau seni gambar jalanan yang bernuansa kritik kepada pemerintah. Ia menilai munculnya mural tersebut merupakan tanda kegelisahan di kalangan masyarakat bahwa atas situasi yang mereka hadapi akibat pandemi Covid-19.
Menurut Herzaky, pemerintah mestinya mencari tahu akar permasalahan dari kegelisahan itu dan mencarikan solusinya. "Bukan malah diredam atau ditutup-tutupi," kata dia.
Dia juga menganggap mural merupakan cara rakyat mengekspresikan aspirasi dan menyalurkan kegelisahan. Herzaky mengatakan, rakyat barangkali bingung dan tak tahu lagi mesti mengadu kepada siapa atau bagaimana menyikapi situasi berat di tengah pagebluk ini.
"Ini seharusnya menjadi introspeksi pemerintah juga, bagaimana pemerintah seharusnya bisa memahami dan mengetahui kondisi sebenarnya di lapangan sebelum mereka mengekspresikan kegundahannya melalui mural," kata Herzaky.
Presiden Jokowi beberapa kali menyampaikan menghargai kritik, asalkan disampaikan dengan beretika dan santun. Dalam pidatonya di Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Senin, 16 Agustus lalu, Presiden juga menyatakan bahwa kritik membangun itu penting.
Namun di lapangan belakangan ini, sejumlah mural dihapus oleh aparat, baik oleh polisi maupun Satuan Polisi Pamong Praja. Polisi juga memburu dan menangkap pembuat mural. Pembuat mural dibebaskan setelah membuat video permintaan maaf.
Beberapa mural yang dihapus di antaranya yang bertuliskan "Jokowi 404: Not Found" di Batuceper, Tangerang, Banten; mural "Dipaksa Sehat di Negeri yang Sakit" di Pasuruan, Jawa Timur; mural "Tuhan Aku Lapar" di Tigaraksa, Tangerang; dan mural "Wabah Sesungguhnya adalah Kelaparan" di Tangerang.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan kritik harus disampaikan dengan cara yang lebih beradab. Moeldoko juga meminta agar pemanggilan polisi terhadap pembuat mural tak diartikan sebagai tindakan represif.
"Karena apa pun, Presiden adalah orang tua kita, yang perlu sekali dan sangat perlu untuk kita hormati. Jangan sembarangan berbicara, jangan sembarangan menyatakan sesuatu dalam bentuk kalimat atau dalam bentuk gambar," kata Moeldoko pada Rabu, 18 Agustus 2021.
Herzaky Mahendra Putra melanjutkan, pemerintah mestinya terjun ke lapangan bukan sekadar untuk pencitraan. Ia berpendapat pemerintah harus benar-benar memahami situasi dan mengecek kondisi terkini yang dihadapi rakyat.
Rakyat, kata dia, mesti diberikan ruang untuk menyalurkan ekspresi mereka seperti dalam bentuk mural itu. Ia meminta agar kreativitas itu tak dimatikan di tengah tekanan hidup yang sudah berat. "Jangan kemudian ruang untuk berekspresi dan berpendapat malah semakin dikekang. Negeri ini negeri demokrasi, bukan negeri otoriter," ucap Herzaky.