Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Badan Legislasi atau Baleg DPR Martin Manurung menjelaskan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2029 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dilakukan untuk kebermanfaatan. Kebermanfaatan yang dimaksud ialah agar sumber daya alam di Indonesia bisa benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas, bukan hanya kepada kalangan para taipan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Seluruh kalangan, termasuk organisasi masyarakat keagamaan maupun kampus," kata Martin dalam keterangan tertulis yang diperoleh Tempo, Selasa, 28 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Martin tak menampik jika terdapat risiko dari penerapan revisi Undang-Undang Minerba, terutama kepada kampus yang ditengarai dapat mencemarkan pemikiran intelektual dalam menyikapi kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun, menurut dia, langkah tersebut juga harus dibarengi dengan pematangan upaya mitigasi guna mencegah dampak negatif di masa depan.
Salah satu upaya mitigasi itu, adalah dengan memperhatikan aspek lingkungan dalam pemberian izin usaha pertambangan (IUP). "Kami terus berharap masukan yang teknokratis untuk menindaklanjuti revisi ini," ujar politikus Partai NasDem itu.
Pada 20 Januari lalu, Baleg DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang Minerba menjadi usul inisiatif DPR. Dalam draf terakhir, revisi UU Minerba disisipkan Pasal 51A yang menyebutkan wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) mineral logam atau batu bara dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.
Pemberian IUP kepada kampus dinilai sejumlah pihak sebagai suatu langkah yang keliru, bahkan cenderung menjadi upaya untuk melemahkan pemikiran intelektual kampus di masa depan. Koordinator Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) Satria Unggul Wicaksana menilai, pemberian IUP kepada kampus tak lebih dari sekadar jebakan. Sehingga, kampus harus dengan tegas menolak karpet merah pemberian IUP ini.
Satria menjelaskan beberapa alasan mengapa kampus harus menolak IUP. Misalnya, pengelolaan terhadap industri ekstraktif tersebut selama ini kerap berdampak negatif terhadap lingkungan yang tak sejalan dengan spirit pemajuan ilmu pengetahuan. "Rawan potensi konflik kepentingan, sarat neoliberalisme kampus, dan jelas merusak integritas dunia pendidikan," kata dia.
Dalam laporan Tempo edisi Ahad, 25 Januari lalu dengan tajuk "Pemberian IUP Sebagai Cara Halus Membungkam Kampus" menyebutkan jika pemberian IUP kepada kampus merupakan upaya pemerintah untuk meredam resistensi yang dilakukan kampus. Sejumlah politikus di lingkaran koalisi pendukung Presiden Prabowo Subianto bercerita, salah satu tujuan bagi-bagi konsesi tambang untuk perguruan tinggi adalah agar dosen dan mahasiswa seirama dengan pemerintah seperti di era pemerintahan Joko Widodo.
Pada masa kepemimpinan Jokowi, pemerintah ditengarai membungkam kritik dari kampus dengan memberikan gula-gula jabatan kepada petinggi kampus. Menurut mereka, Prabowo berupaya mencegah demonstrasi mahasiswa selama ia menjadi presiden.
Namun Ketua Baleg DPR Bob Hasan membantah bila revisi UU Minerba disebut bertujuan mencengkeram kampus. “Tujuannya mempermudah mahasiswa agar beban uang kuliah lebih ringan,” kata politikus Partai Gerindra itu.
Selengkapnya baca di sini