Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu menemukan 49.390 TPS (tempat pemungutan suara) rawan di 21.250 desa/kelurahan pada 30 provinsi yang akan melaksanakan Pilkada Serentak 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Anggota Bawaslu, Muhammad Afifuddin, menyebut ada sembilan indikator TPS rawan yang berbasis desa/kelurahan. "Bawaslu merasa penting memetakan kerawanan di TPS sebagai pengingat diri," ujarnya, Senin, 7 Desember 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Afif menyebutkan indikator kerawanan pertama, yaitu TPS yang sulit dijangkau baik secara geografis, cuaca, dan keamanan sebanyak 5.744 TPS. Kedua, lokasi TPS yang tidak akses bagi pemilih penyandang disabilitas sebanyak 2.442 TPS.
"Apakah TPS ini ada tangga (undak-undakan), diletakan di lokasi yang lebih tinggi sehingga butuh usaha lain bagi pemilih berkebutuhan khusus untuk mengaksesnya," ujarnya.
Indikator TPS rawan ketiga, yaitu penempatan TPS yang tidak sesuai standar protokol kesehatan. Misalnya, di lokasi sempit atau di dalam ruangan sebanyak 1.420 TPS. Keempat, TPS terdapat pemilih tidak memenuhi syarat, seperti meninggal dunia, terdaftar ganda dan tidak dikenali sebanyak 14.534 TPS.
Kelima, TPS terdapat pemilih memenuhi syarat yang tidak terdaftar di DPT 6.291 TPS. "Dari beberapa hasil informasi, misalnya dukcapil yang menyampaikan jumlah masyarakat yang merekam lebih banyak daripada orang yang masuk DPT," jelasnya.
Indikator TPS rawan keenam yaitu terdapat kendala jaringan internet di lokasi TPS sebanyak 11.559 TPS. Ketujuh, terdapat kendala aliran listrik di lokasi TPS sebanyak 3.039 TPS.
Lalu, kedelapan penyelenggara pemilihan positif terinfeksi Covid-19 sebanyak 1.023 TPS. Terakhir, penyelenggara pemilihan tidak dapat daftar (log In) Sirekap saat simulasi sebanyak 3.338 TPS.
Anggota Bawaslu, Ratna Dewi Pettalolo, menyebut sembilan kerawanan di TPS berpotensi menyebabkan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilihan atau pelanggaran administrasi apabila tidak dibenahi oleh jajaran KPU. "Misalnya TPS yang sulit terjangkau atau TPS yang tidak dapat diakses oleh penyandang disabilitas hal itu dapat menghilangkan hak pilih masyakat dan berpotensi adanya dugaan tindak pidana pemilihan dengan sengaja yaitu menghilangkan hak pilih masyarakat," kata Dewi.
Untuk itu, Dewi berharap KPU dapat segera mengantisipasi kendala-kendala tersebut dan berkoordinasi di tingkat jajaran provinsi dan kabupaten/kota untuk memastikan seluruh WNI yang memiliki hak pilih, mendapat kesempatan memilih.
DEWI NURITA