Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ibu Kota ke Kaltim, Pegiat Mangrove Waspadai Alih Fungsi Lahan

Pemindahan ibu kota negara ke Kaltim diharapkan tetap memperhatikan aspek penyelamatan lingkungan.

30 Agustus 2019 | 03.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Samarinda - Pengelola Hutan Mangrove Center di Graha Indah, Kota Balikpapan, Agus Bei, mewaspadai alih fungsi lahan usai pengumuman pemindahan lokasi ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

”Sebanyak 85 persen lahan di Hutan Mangrove Center itu masih milik perorangan. (Pemindahan ibu kota) tanah menjadi mahal, saya pesimis ke depannya kalau tidak segera diambil alih negara,” kata Agus Bei di Hutan Mangrove Center, Selasa, 27 Agustus 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Agus Bei menjelaskan, luas Hutan Mangrove Center di Balikpapan mencapai 150 hektare. Ia bersama komunitas lain menanam dan merawat mangrove sejak 18 tahun lalu. Ia berharap, kepemilikan tanah yang dikuasai negara dapat menjadi 100 persen. Saat ini, menurut catatan Hutan Mangrove Center, lahan yang dikuasai Pemerintah Kota Balikpapan baru mencapai 15 persen.

“Saya sudah sampaikan ke pemerintah kalau terus dimiliki perorangan, ketika berbicara bisnis, tidak menutup kemungkinan (pemilik lahan) akan melakukan reklamasi dan atau jual beli tanah,” kata dia.

Agus Bei mengaku senang dengan hadirnya pemerintah pusat di Kaltim nantinya. Namun, ia berharap agar pemerintah daerah, baik provinsi dan Kota Balikpapan juga turut aktif menyuarakan penyelamatan lingkungan, termasuk Hutan Mangrove Center.

Pria 51 tahun itu menjelaskan bahwa dirinya telah menyampaikan ke pihak-pihak terkait tentang keterlibatan ahli dan pegiat lingkungan hidup dalam proses pemindahan ibu kota di Kaltim. “Jangan hanya petingginya saja, karena yang tahu persis adalah kalangan di bawah. Jadi, yang hidup di antara hutan-hutan ini pasti tahu kondisi sekitar,” kata Agus Bei.

Agus Bei berharap, perjuangan mereka selama ini tidak sia-sia. Apalagi ia memulai dengan kondisi hutan mangrove yang rusak. Selain itu, dari segi pariwisata, Hutan Mangrove di Graha Indah tak hanya menghasilkan dari segi ekonomi, tapi juga mengedukasi para pengunjung yang hadir.

“Apalagi sekarang ini hutan penyangga sudah mulai hilang. Artinya, makanan satwa juga akan hilang. Hutan penyangga menjadi kebun,” kata dia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus