Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KOALISI Kawal Pendidikan Jakarta (Kopaja) dan tim Tempo menggelar diskusi panel tentang sengkarut Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di ruangan 3.1 lantai 3 gedung Tempo, Jalan Palmerah Barat, Jakarta Barat, pada 19 September 2024. Diskusi ini mengulas kecurangan PPDB tahun ajaran 2024/2025 yang terjadi di sejumlah daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kopaja, gabungan sejumlah lembaga non-pemerintah, sudah lama menelusuri berbagai kecurangan PPDB di banyak daerah. Mereka terdiri atas Indonesia Corruption Watch (ICW), Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), dan Koloni 8113. “Kecurangan akan terus terjadi selama skema PPDB tak diperbaiki,” kata Almas Sjafrina, peneliti ICW.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Diskusi dengan Kopaja ini merupakan tahap awal liputan jurnalisme konstruktif untuk mengungkap dan mencari solusi kecurangan penerimaan siswa baru di sekolah.
Tiga bulan sebelumnya, terungkap kecurangan PPDB di Kota Depok, Jawa Barat. Sebanyak 51 siswa lulusan Sekolah Menengah Pertama Negeri 19 Depok terbukti menggelembungkan nilai rapornya hingga 20 persen agar dapat lolos PPDB jalur prestasi di sekolah menengah atas negeri.
Awalnya tim Tempo mendapat informasi kecurangan PPDB di beberapa daerah dari sejumlah narasumber. Namun informasi terserak dan sepotong-sepotong. Mereka juga tak bersedia membeberkan identitas serta sekolah lokasi terjadinya kecurangan.
Poster penunjuk ruang informasi PPDB di sebuah sekolah menengah atas di Jawa Barat, 5 Juni 2024. TEMPO/Prima Mulia
Tempo menempuh cara lain untuk menguatkan potongan informasi tadi dengan membuka kanal pengaduan laporan masyarakat. Hanya dalam satu hari, puluhan aduan diterima lewat kanal tersebut. Kanal pengaduan ini dibuka selama beberapa hari.
Tim wartawan Tempo memilah berbagai aduan, lalu menghubungi pengadunya. Tim Tempo memilih lima pengadu dengan merujuk pada kelengkapan informasi yang disampaikan serta banyaknya orang yang diduga terlibat. Dua dari lima pengadu itu menginformasikan mengenai kecurangan PPDB di Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan di Kota Depok, Jawa Barat.
Agar mereka bersedia berbicara secara detail, Tempo menjamin identitas mereka terjaga. Dari situ, mereka mulai terbuka. Di antara mereka, ada yang menyaksikan atau mengalami langsung kecurangan tersebut terjadi. Tapi ada juga narasumber yang mengaku mendapat informasi dari lima orang tua siswa yang mendapat tawaran anak mereka akan lolos PPDB asalkan bersedia membayar kepada pihak sekolah.
Kopaja membantu Tempo mendeteksi kejanggalan proses PPDB, dari jalur zonasi, afirmasi, perpindahan orang tua, hingga jalur prestasi. Mereka melacak berbagai kejanggalan PPDB melalui website https://ppdb.jakarta.go.id milik pemerintah provinsi Jakarta.
Di website itu, Kopaja sebenarnya menemukan banyak kejanggalan. Salah satunya perpindahan alamat orang tua siswa yang hanya berjarak 5 kilometer dari alamat awal.
Perpindahan alamat orang tua siswa itu diduga untuk mendekati sekolah tertentu. Cara ini ampuh untuk mengelabui syarat jarak antara rumah dan sekolah dalam penerimaan siswa lewat jalur zonasi. Makin dekat alamat kediaman orang tua siswa dengan sekolah, peluang siswa untuk diterima lewat jalur zonasi kian terbuka.
Orang tua calon peserta didik mendatangi posko pra-pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru 2024 di Jakarta, 5 Juni 2024. TEMPO/Subekti.
Selain temuan Kopaja, tim Tempo juga menemukan sederet kejanggalan PPDB di beberapa sekolah. Kejanggalan itu lantas dipetakan, lalu ditindaklanjuti dengan peliputan di lapangan.
Tiga lembaga negara yang berkompeten dalam urusan ini ikut dimintai data dan informasi. Misalnya, Kepala Badan Standar Nasional Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kementerian Pendidikan Anindito Aditomo mengakui adanya praktik kecurangan PPDB di beberapa sekolah. Karena itu, BSKAP mengevaluasi implementasi penerimaan siswa baru.
Hasil evaluasi BSKAP dituangkan dalam laporan Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan (PSKP) yang terbit pada 2024. Pengkajian ini menemukan daya tampung menjadi akar masalah terjadinya sengkarut PPDB.
Laporan dalam PSKP itu sejalan dengan kajian Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan yang diterbitkan pada 18 Juli 2023. Lembaga ini menemukan akar masalah PPDB terletak pada kurangnya daya tampung SMP dan SMA negeri. Padahal sekolah negeri menjadi incaran karena biaya pendidikan lebih murah dibanding sekolah swasta.
Tim Tempo menggali informasi dari Ombudsman Republik Indonesia dan Kementerian Pendidikan. Anggota Ombudsman RI, Indraza Marzuki Rais, mengatakan lembaganya sudah menginvestigasi berbagai kecurangan PPDB di lapangan. Berdasarkan hasil investigasi mereka, Ombudsman menemukan beberapa modus baru kecurangan PPDB.
Modus baru kecurangan PPDB tersebut antara lain pihak sekolah tiba-tiba menambah jumlah rombongan belajar setelah penutupan PPDB. Lalu pihak sekolah menyisipkan nama-nama tertentu ke sekolah negeri tersebut.
Dua perhimpunan guru, yaitu Federasi Serikat Guru Indonesia serta Perhimpunan Pendidikan dan Guru, juga menceritakan berbagai dugaan kecurangan PPDB. Penjelasan kedua lembaga sejalan dengan temuan Tempo dan kajian sejumlah lembaga pemerintah.
Hendrik Yaputra, Ricky Juliansyah, dan Imam Hamdi berkontribusi dalam penulisan artikel ini. Serial liputan ini merupakan bagian dari jurnalisme konstruktif yang didukung International Media Support