Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -- Pengamat politik Hendri Satrio mengatakan, kementerian yang berhubungan dengan ekonomi diprediksi mendapatkan evaluasi keras atau rapor merah dari Presiden Prabowo Subianto. Menurut Hendri, ekonomi negara masih menjadi catatan tersendiri bagi pemerintahan Prabowo. Sebab, kata dia, pertumbuhan ekonomi yang melambat tak sesuai dengan misi Presiden Prabowo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Bayangkan saja pertumbuhan ekonomi, kan, turun dari 5,03 jadi men5,02. Sementara keinginannya, kan, di 8 persen. Kita sudah terlalu lama berada di pertumbuhan ekonomi 5 persen. Jadi artinya, ya, stagnan aja," ujar pendiri lembaga survei KedaiKOPI ini dalam keterangannya pada Ahad, 9 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Prabowo Subianto melontarkan sinyal kuat bakal mengganti menteri-menterinya saat menghadiri puncak peringatan Harlah ke-102 Nahdlatul Ulama (NU) di Jakarta. Ketua Umum Partai Gerindra itu memperingatkan jajaran menteri dan kepala lembaga pemerintah mereka bakal diganti (reshuffle) jika tidak bekerja dengan benar. Prabowo menegaskan dirinya tak akan menoleransi pejabat negara yang main-main.
Hendri Satrio menilai, kinerja sektor ekonomi pada pemerintahan Prabowo belum menghasilkan imbas yang jelas. Bahkan, kata dia, kesejahteraan masyarakat kelas menengah semakin menurun namun kelas atas semakin kaya.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada 5 Februari lalu. Pelaksana tugas Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2024 melambat dibanding tahun sebelumnya. Ekonomi Indonesia 2024 tumbuh sebesar 5,03 persen. Pada 2023 ekonomi Indonesia yang mengalami pertumbuhan sebesar 5,05 persen.
Amalia mengatakan seluruh lapangan usaha tumbuh positif sepanjang 2024. “Lapangan usaha dengan kontribusi terbesar terhadap ekonomi adalah industri pengolahan, perdagangan, pertanian dan diikuti konstruksi, kemudian pertambangan,” ujar dia di kantor pusat BPS, Jakarta.
Industri pengolahan menjadi sumber pertumbuhan tertinggi yakni 0,90 persen. Adapun dari sisi pengeluaran, penyumbang pertumbuhan ekonomi utama adalah konsumsi rumah tangga, disusul PMTB (Pembentukan Modal Tetap Bruto) dan ekspor.
Konsumsi rumah tangga berkontribusi 54,04 persen bagi pertumbuhan. Sepanjang 2024 laju pertumbuhannya sebesar 4,94 persen. Kontribusi pengeluaran lain yang menopang pertumbuhan adalah PMTB yang tumbuh 4,61 persen, selanjutnya ekspor barang dan jasa 6,51 persen.
Penurunan pertumbuhan ekonomi sudah diprediksi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI). Seri analisis makro ekonomi Indonesia memaparkan pertumbuhan ekonomi tahun 2025 juga tak akan jauh dari angka pertumbuhan tahun ini. LPEM FEB UI memprediksi ekonomi tahun ini hanya akan ada pada kirsaran 5,0 persen hingga 5,1 persen.
Ekonom LPEM FEB UI Teuku Riefky menilai penyebab pertumbuhan melandai adalah mesin pertumbuhan ekonomi yang relatif terbatas. “Di beberapa tahun belakangan, kan, hampir enggak pernah sampai 5,2 persen,” kata Reifky kepada Tempo, 27 Januari lalu. Riefky menuturkan indikator lain adalah inflasi yang rendah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal mencapai 5,2 persen pada 2025. Dalam keterangannya pada 27 Januari 2025, Menteri Sri mengatakan secara keseluruhan tahun 2024, ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh 5 persen secara tahunan atau year on year (yoy).
Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: