Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Larangan Eceran Elpiji 3 Kg, Istana Dorong Pengecer jadi Agen Resmi

Mulai Sabtu, 1 Februari 2025, elpiji subsidi 3 kilogram tidak lagi dijual di pengecer.

3 Februari 2025 | 14.55 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Buruh mengangkut tabung gas LPG tiga kilogram dengan menggunakan gerobak di Makassar, Sulawesi Selatan, Sabtu 9 November 2024. ANTARA FOTO/Arnas Padda

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menanggapi pro-kontra larangan penjualan liquefied petroleum gas (LPG) atau elpiji 3 kilogram secara eceren. Kebijakan ini dikritik karena menambah ongkos logistik dan menyulitkan masyarakat mencari pangkalan resmi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hasan Nasbi mengatakan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) justru mendorong para pengecer agar mendaftar agen resmi. “Sehingga posisi mereka bisa diformalkan dan pendistribusian elpiji 3 kg bisa di-tracking agar tepat sasaran,” kata dia dalam keterangan tertulis, Senin, 3 Februari 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Mulai Sabtu, 1 Februari 2025, elpiji subsidi 3 kilogram tidak lagi dijual di pengecer. Masyarakat hanya bisa membelinya di pangkalan resmi Pertamina dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan larangan bagi pengecer bertujuan memastikan pasokan gas melon tetap tersedia bagi masyarakat. Pemerintah juga ingin harga jualnya sesuai aturan. “Yang pengecer itu kami jadikan pangkalan per 1 Februari,” kata Yuliot saat ditemui di kantornya, Jumat, 31 Januari 2025.

Kepada Tempo, konsumen gas melon bernama Samidi kesulitan mencari gas melon ini.  Penjual gorengan di kawasan Kemanggisan Ilir, Palmerah, ini mengaku kesulitan jika membelinya harus ke pangkalan. Sebab, gas melon sudah menjadi instrumen penting baginya. Dalam sehari, Samidi menghabiskan satu hingga dua tabung. 

“Seminggu ini susah mas gas-nya. Kalau enggak ada gas saya enggak jualan. Saya biasanya bawa satu dan satunya yang kosong untuk diisi di Pangkalan Kemanggisan Pulo,” ujarnya saat ditemui Ahad sore, 2 Februari 2025.

Senada, pedagang gas eceran di kawasan Palmerah, Sumarni, mengaku sudah berminggu-minggu tidak lagi menjual gas yang acap disebut gas melon itu. “Udah sebulan yang melon enggak ada, adanya yang pink, saya beli di agen. Masyarakat pada nyariin, saya biasanya stok 10 tabung, sekarang enggak ada lagi,” ujarnya saat ditemui Ahad, 2 Februari 2025.

Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengatakan selama ini pengecer merupakan pengusaha akar rumput dan warung-warung kecil untuk mengais pendapat dengan berjualan LPG 3 Kg. “Larangan bagi pengecer menjual LPG 3 Kg mematikan usaha mereka,” kata dia dalam keterangan resmi pada Ahad, 2 Februari 2025. 

Dampaknya, kata Fahmy, pengusaha akar rumput kehilangan pendapatan, kembali menjadi pengangguran dan terperosok menjadi rakyat miskin. “Mustahil bagi pengusaha akar rumput untuk mengubah menjadi pangkalan atau pengecer resmi Pertamina karena dibutuhkan modal yang tidak kecil untuk membayar pembelian LPG 3 dalam jumlah besar,” kata Fahmy.

Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus