Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Komunikasi Kepresidenan Hasan Nasbi menanggapi pro-kontra larangan penjualan liquefied petroleum gas (LPG) atau elpiji 3 kilogram secara eceren. Kebijakan ini dikritik karena menambah ongkos logistik dan menyulitkan masyarakat mencari pangkalan resmi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hasan Nasbi mengatakan Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) justru mendorong para pengecer agar mendaftar agen resmi. “Sehingga posisi mereka bisa diformalkan dan pendistribusian elpiji 3 kg bisa di-tracking agar tepat sasaran,” kata dia dalam keterangan tertulis, Senin, 3 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mulai Sabtu, 1 Februari 2025, elpiji subsidi 3 kilogram tidak lagi dijual di pengecer. Masyarakat hanya bisa membelinya di pangkalan resmi Pertamina dengan harga eceran tertinggi (HET) yang sudah ditetapkan.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung mengatakan larangan bagi pengecer bertujuan memastikan pasokan gas melon tetap tersedia bagi masyarakat. Pemerintah juga ingin harga jualnya sesuai aturan. “Yang pengecer itu kami jadikan pangkalan per 1 Februari,” kata Yuliot saat ditemui di kantornya, Jumat, 31 Januari 2025.
Kepada Tempo, konsumen gas melon bernama Samidi kesulitan mencari gas melon ini. Penjual gorengan di kawasan Kemanggisan Ilir, Palmerah, ini mengaku kesulitan jika membelinya harus ke pangkalan. Sebab, gas melon sudah menjadi instrumen penting baginya. Dalam sehari, Samidi menghabiskan satu hingga dua tabung.
“Seminggu ini susah mas gas-nya. Kalau enggak ada gas saya enggak jualan. Saya biasanya bawa satu dan satunya yang kosong untuk diisi di Pangkalan Kemanggisan Pulo,” ujarnya saat ditemui Ahad sore, 2 Februari 2025.
Senada, pedagang gas eceran di kawasan Palmerah, Sumarni, mengaku sudah berminggu-minggu tidak lagi menjual gas yang acap disebut gas melon itu. “Udah sebulan yang melon enggak ada, adanya yang pink, saya beli di agen. Masyarakat pada nyariin, saya biasanya stok 10 tabung, sekarang enggak ada lagi,” ujarnya saat ditemui Ahad, 2 Februari 2025.
Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, mengatakan selama ini pengecer merupakan pengusaha akar rumput dan warung-warung kecil untuk mengais pendapat dengan berjualan LPG 3 Kg. “Larangan bagi pengecer menjual LPG 3 Kg mematikan usaha mereka,” kata dia dalam keterangan resmi pada Ahad, 2 Februari 2025.
Dampaknya, kata Fahmy, pengusaha akar rumput kehilangan pendapatan, kembali menjadi pengangguran dan terperosok menjadi rakyat miskin. “Mustahil bagi pengusaha akar rumput untuk mengubah menjadi pangkalan atau pengecer resmi Pertamina karena dibutuhkan modal yang tidak kecil untuk membayar pembelian LPG 3 dalam jumlah besar,” kata Fahmy.
Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.