Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Revisi UU Kementerian Disebut Akomodir Kabinet Gemuk Prabowo, Baleg DPR: Tetap Perhatikan Efektivitas Pemerintahan

Baleg DPR menyebut, di dalam revisi UU Kementerian Negara tidak dituliskan berapa batasan jumlah kementerian. Semuanya tergantung kebutuhan presiden.

17 September 2024 | 15.20 WIB

Ketua DPP PPP Achmad Baidowi saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Sabtu malam, 23 Maret 2024. ANTARA/Agatha Olivia Victoria
Perbesar
Ketua DPP PPP Achmad Baidowi saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Sabtu malam, 23 Maret 2024. ANTARA/Agatha Olivia Victoria

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat atau Baleg DPR Achmad Baidowi merespons kritikan terhadap revisi UU Kementerian Negara yang dinilai membuka jalan bagi kabinet gemuk Prabowo Subianto. Pasal 15 UU Kementerian Negara sebelumnya mengatur jumlah kementerian paling banyak 34, namun diubah menjadi tak terbatas alias sesuai kebutuhan presiden.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baidowi atau Awiek menyebut, di dalam revisi UU Kementerian Negara tidak dituliskan berapa batasan jumlah kementerian. Semuanya, kata dia lagi-lagi tergantung kebutuhan presiden, dengan tetap memperhatikan efektivitas pemerintahan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Mau kementeriannya dua boleh, mau kementeriannya 34 boleh, mau kementeriannya 50 juga boleh. Mau 100 juga boleh kayak Kabinet Dwikora. Tergantung kebutuhan presiden," katanya saat ditemui di Gedung Nusantara II, Kompleks Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa, 17 September 2024.

Dia menjelaskan, efektivitas pemerintahan harus diperhatikan betul. Dia menekankan agar tidak terjadi tumpang tindih tugas pokok dan fungsi (tupoksi) antara satu kementerian dengan kementerian lain. "Jadi, tidak mungkin nanti satu kementerian dengan satu kementerian lainnya memiliki tupoksi yang sama, harus tetap berbeda," ujar Awiek.

Oleh karena itu, dia menyebut tidak perlu khawatir mengenai risiko tumpang tindih tupoksi kementerian. "Kalau ternyata tumpang tindih, tentunya presiden tidak akan menambah kementerian untuk nomenklatur yang sama."

Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mencontohkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dengan adanya kementerian tersebut, kata Awiek tidak mungkin dibuat Kementerian Pemukiman. Namun, dia menyebut akan ada dinamika yang terjadi ke depan.

"Bisa jadi kementeriannya ada yang dipecah atau bisa ada badan ditingkatkan menjadi kementerian," kata dia.

Semuanya, kata Awiek, adalah kewenangan presiden yang diatur dalam undang-undang dan merupakan hal yang biasa. Maka dari itu, presiden berhak memutuskan jumlah kementerian. 

"Ya, sesuai dengan sistem presidensial. Kita itu semuanya tergantung dari presiden sebagai user," tutur Awiek. 

Sebelumnya pada 9 September 2024, pemerintah dan DPR sepakat membawa revisi UU Kementerian Negara ke rapat paripurna. Awiek menyatakan, rapat paripurna untuk UU tersebut kemungkinan besar akan dilangsungkan Kamis, 19 September 2024.

Peneliti Pusat Studi Hukum dan Konstitusi (PSHK) Muhammad Nur Ramadhan, mengatakan pembentukan kementerian baru akan berdampak pada munculnya risiko bertambahnya anggaran yang diperlukan.

"Lembaga atau kementerian yang baru terbentuk juga tidak memberikan jaminan bisa langsung bekerja secara optimal," kata Ramadhan saat dihubungi, Selasa, 10 September 2024.

Karenanya, ia berharap pemerintahan Prabowo-Gibran dapat mengkaji lebih dalam rencana pembentukan kementerian atau lembaga baru. Sebab, anggaran yang harus dikeluarkan akan berdampak pada negara dan kehidupan masyarakat.

"Apalagi tidak ada kebutuhan mendesak untuk membentuk kementerian baru," ujar dia.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus