Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Advokasi Hak Konstitusional (YAKIN) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk membagikan informasi mengenai Pemilu. Apa alasannya?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Permintaan ini dilayangkan YAKIN melalui gugatan sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat atau KIP RI. Ada tiga permohonan yang diajukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertama, informasi data mentah real count Pemilu 2024. Kemudian informasi rincian infrastruktur teknologi Pemilu 2024 termasuk server. Terakhir, informasi daftar pemilih tetap atau DPT dan hasil perolehan suara pada Pemilu sebelumnya.
"Tujuan dari upaya ini adalah untuk transparansi Pemilu," kata Ketua YAKIN Ted Hilbert saat ditemui Tempo usai sidang pada Selasa malam, 5 Maret 2024.
Dia menjelaskan, ada banyak klaim kecurangan Pemilu yang mengemuka di publik. Misalnya, soal tudingan server KPU berasa di Cina.
"Jadi ada banyak masalah terkait Pemilu ini yang kurang lebih karena KPU kurang transparan. Data dan informasi tentang IT KPU tidak ada secara lengkap," ujar Ted.
Oleh sebab itu, pihaknya berupaya membuka informasi-informasi tersebut lewat jalur gugatan sengketa informasi. Sehingga data-data tersebut bisa dibuka dan dianalisis.
"Kalau ada kecurangan ya kita bisa menemukannya dengan forensik Pemilu," ucap Ted.
Selain meminta data kepada KPU, YAKIN juga meminta data kependudukan kepada Kementerian Dalam Negeri alias Kemendagri. Sehingga data-data tersebut nantinya bisa dibandingkan.
"Contoh kalau ada satu provinsi atau kota di mana jumlah DPT dan penduduk sama, ya itu tidak mungkin," tutur Ted.
Dia menjelaskan, DPT adalah orang berusia 17 tahun ke atas. Sedangkan jumlah penduduk mencakup semua golongan, termasuk anak-anak.
"Kalau itu sama, artinya ada kesalahan dalam data DPT. Artinya, ada pemilih fiktif," ucap Ted.
Pilihan Editor: Diminta Buka-bukaan soal Server Sirekap, KPU Sebut Data Bersifat Rahasia