Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aliansi BEM UI memblokade Gedung rektorat pada Kamis, 27 Juli 2023 dengan membentangkan spanduk bertuliskan “Gedung Para Predator” dengan tagar #NoJusticeInUI dan #UimanaArkun dan flyer bertuliskan “We stand with Satgas And Victims Not Ari Kuncoro” sebagai bentuk dukungan terhadap Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual atau Satgas PPKS di Universitas Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Aksi ini menjadi upaya mahasiswa UI untuk memprotes pihak kampus agar kembali memberi sokongan dana kepada Satgas PPKS. Mogoknya aktivitas Satgas PPKS dalam menerima laporan dan menyelesaikan kasus kekerasan seksual akibat mandeknya bantuan operasional dari pihak UI membuat mahasiswa geram sehingga melalukan aksi simbolik tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Biro Humas dan Keterbukaan Informasi Publik Universitas Indonesia (UI) Amelita Lusia angkat bicara soal Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS). Dia membantah rektorat tidak memberikan fasilitas untuk Satgas PPKS UI.
Soal anggaran, Amelita mengatakan PPKS UI dibentuk pada November 2022 dengan 13 anggota Satgas PPKS melalui SK Rektor No. 2441/SK/R/UI/2022 tentang Pembentukan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual Universitas Indonesia. Sama seperti instansi lain, anggaran UI sudah ditentukan sehingga belum bisa memenuhi anggaran kegiatan Satgas PPKS.
Fungsi Satgas PPKS
Mengacu pada Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dalam dua tahun ini terus bergerak, bersinergi, dan berkolaborasi melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS) di lingkungan pendidikan. Salah satunya, dengan mendorong perguruan tinggi untuk membentuk satuan tugas.
Dikutip dari kemdikbud.go.id, upaya pencegahan dan penanganan terus didorong pemerintah mengingat kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi masih mengkhawatirkan. Berdasarkan data laporan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, sepanjang tahun 2015-2021, dari total 67 kasus kekerasan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan, 35 diantaranya terjadi di perguruan tinggi.
Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek, Rusprita Putri Utami menyampaikan, saat ini pembentukan Satgas PPKS di kampus telah mencapai 100 persen.
Jumlah keseluruhan tersebut terdiri dari 125 Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Indonesia yang terdiri dari 76 PTN Akademik dan 49 PTN Vokasi telah membentuk Satgas PPKS. PTN tersebut antara lain Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Airlangga (Unair), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Tadulako (Untad), Universitas Negeri Padang (UNP), Institut Teknologi Bandung (ITB), IPB University, Universitas Negeri Surabaya (UNESA), Universitas Brawijaya (UB), Universitas Negeri Malang (UM) dan lainnya.
Satgas PPKS memiliki fungsi untuk melakukan pencegahan yang diwujudkan dalam bentuk program edukasi maupun sosialisasi antikekerasan seksual kepada para mahasiswa sesuai prosedur atas keputusan peraturan rektor masing-masing kampus. Dilansir dari laman unesa.ac.id, Satgas PPKS juga memiliki tugas dan fungsi untuk menangani kasus yang terdiri dari beberapa prosedur.
Prosedur pertama biasanya satgas akan menerima pelaporan atau pengaduan yang bisa didapatkan secara langsung melalui sosmed, laporan langsung lewat hotline, rujukan dari prodi, atau penjangkauan. Kemudian, prosedur selanjutnya dengan investigasi, yakni mencari, menemukan, dan mengumpulkan bukti termasuk memanggil korban dan pelaku.
Dalam proses investigasi, terduga pelaku akan disembunyikan identitasnya untuk menjaga kenetralan dan kelancaran jalannya investigasi. Selain itu, Satgas PPKS juga mengambil sikap pro-korban. Pada setiap kasus yang ada, korban akan mendapatkan perlindungan, pendampingan oleh psikolog yang telah difasilitasi kampus dan juga rehabilitasi. Dalam kasus yang berlawanan, jika tuduhan yang diberikan dalam jalannya investigasi tidak terbukti. Satgas PPKS juga berkewajiban untuk mengembalikan nama baik tertuduh.
Setelah ditemukan adanya titik terang dalam kasus tersebut, maka prosedur selanjutnya akan dilakukan pengkajian dan pengambilan keputusan. Dalam tahap ini, Satgas PPKS akan mengkaji kasus sesuai dengan segala aturan yang ada, meliputi kode etik dosen atau mahasiswa, permendikbud dan aturan- aturan lainnya.
Mengenai sanksi terhadap terduga pelaku didasarkan pada aturan masing-masing kampus termasuk di dalamnya jenis pelanggaran. Selain itu, Satgas PPKS juga melakukan pendampingan hukum bagi korban serta inisiasi kebijakan atau regulasi kepada pihak kampus terkait pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.
MUTIARA ROUDHATUL JANNAH I RICKY JULIANSYAH