Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Viral Belasan Siswi SMP di Lamongan Dicukur, Apakah Guru Boleh Mencukur Rambut Murid?

Guru yang mencukur rambut murid bisa diancam pidana maksimal 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta sesuai Pasal 77 huruf a UU Perlindungan Anak.

31 Agustus 2023 | 16.22 WIB

Ilustrasi siswa. ANTARA
Perbesar
Ilustrasi siswa. ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Media sosial tengah dihebohkan dengan kasus belasan siswi Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Lamongan yang dicukur rambutnya oleh guru hingga hampir botak karena tidak mengenakan ciput kerudung. Menurut laman Universitas Muhammadiyah Surabaya, hal tersebut dilakukan oleh seorang tenaga pendidik mata pelajaran bahasa Inggris SMP Negeri 1 Sukodadi Lamongan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tindakan itu mendapatkan protes keras dari beberapa wali murid dan menuntut agar guru yang bersangkutan dipecat secara tidak hormat. Lantas, sebenarnya apakah guru boleh mencukur rambut murid? 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Aturan Guru Mencukur Rambut Murid

Kasus serupa sebelumnya pernah terjadi di Majalengka, Jawa Barat pada 2012. Seorang guru SD Negeri Panjalin Kidul berinisial AS nyaris dipenjara lantaran mendisiplinkan siswanya yang berambut gondrong. 

Menanggapi hal itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto dalam keterangan resminya menyatakan tidak semua jenis sanksi yang diberikan oleh guru di sekolah sepenuhnya dapat diterima. Walaupun niat sang tenaga pendidik baik, tetapi tidak serta merta membuat guru boleh menerapkan kedisiplinan dengan mencukur rambut sebagai bentuk hukuman. 

“Harusnya kita mencari formula yang lebih edukatif. Sebab pendisiplinan cenderung konotasinya dengan hukuman, padahal paradigmanya itu pengembangan perilaku. Hukuman itu efektif hanya dalam jangka pendek, tapi perilaku ke depannya belum tentu anak menuruti aturan dan norma,” ucap Susanto, dikutip pada Rabu, 30 Agustus 2023. 

Menurut Susanto, pendisiplinan itu harus dilihat konteksnya. Apabila cukur rambut secara tuntas dan pantas, maka menurut dia, tindakan guru tidak dianggap sebagai bentuk pelanggaran. Namun, tidak sedikit guru yang mencukur rambut murid secara sembarangan. Jadi, hal seperti itu yang dinilai tidak pantas. 

Ancaman Pidana Bagi Guru

Kasus yang menyeret guru SD berinisial AS di Majalengka, Jawa Barat sampai ke tahap pengadilan. Dalam penyidikan dan dakwaannya, AS dinilai melanggar Pasal 77 huruf a UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak) yang berbunyi sebagai berikut: 

"Setiap orang dengan sengaja melakukan perbuatan diskriminasi terhadap anak yang menyebabkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril, sehingga menghambat fungsi sosialnya akan dipidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak sebesar Rp100 juta." 

Tak hanya itu, AS didakwa dengan Pasal 80 ayat 1 UU Perlindungan Anak yang berbunyi, “Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan maupun ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, akan dipidana penjara maksimal 3 tahun 6 bulan dan/atau membayar denda paling banyak Rp72 juta.” 

Untuk memberatkan dakwaannya, jaksa juga menuntut AS dengan pasal sapu jagat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tepatnya Pasal 33 ayat (1) tentang perbuatan tidak menyenangkan. Pasal tersebut berbunyi: 

"Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan makna kekerasan, sesuatu perbuatan lain atau perlakuan tak menyenangkan, atau dengan memberi ancaman kekerasan, baik terhadap diri-sendiri maupun orang lain, diancam pidana kurungan penjara paling lama 1 tahun." 

Kekerasan Bukan Solusi

Viralnya kasus belasan siswi SMP di Lamongan dicukur hingga hampir botak, dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surabaya Holy Ichda Wahyuni menyebut pendidikan karakter dengan kekerasan bukanlah solusi. “Zaman sudah berganti, banyak pendekatan yang dapat diterapkan untuk mendidik karakter anak, apalagi konteksnya remaja,” kata dia, Selasa, 29 Agustus 2023 dalam siaran resmi Universitas Muhammadiyah Surabaya. 

Holy mengungkapkan pendekatan secara kultural, personal dan penuturan yang bersahabat akan menghasilkan respon lebih positif. Sebab, masa remaja menjadi masa di mana seorang anak membutuhkan figur teman yang ngemong (mengayomi), bukan figur yang mendikte apalagi memaksa. 

“Persoalan kesempurnaan dalam berhijab, seharusnya guru yang bersangkutan bisa memakai cara lain daripada membotaki kepala yang tentu akan meninggalkan traumatik pada siswa,” kata Holy. 

MELYNDA DWI PUSPITA 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus