Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Indonesia Fact-Checking Summit 2021 Perkuat Strategi untuk Padamkan Hoaks

Konten mis-disinformasi atau hoaks kerap beredar lebih cepat dan luas dibandingkan konten terverifikasi.

17 Desember 2021 | 01.17 WIB

Ilustrasi hoax atau hoaks. shutterstock.com
Perbesar
Ilustrasi hoax atau hoaks. shutterstock.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Konten mis-disinformasi atau hoaks kerap beredar lebih cepat dan luas dibandingkan konten terverifikasi. Media massa serta pengecek fakta, yang memverifikasi konten, harus memiliki prioritas dan strategi distribusi yang tepat agar hoaks tersebut padam seketika. Hal ini menjadi sorotan dalam Indonesia Fact-checking Summit 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Fritz V, Wongkar beserta rekan-rekannya di Kabar Makassar memilih format tayangan video via Youtube guna menangkal penyebaran hoaks sejak tiga bulan lalu. Mereka sengaja memilih Youtube karena platform daring ini memiliki pengakses tertinggi di Indonesia, setidaknya berdasarkan survei HootSuite-We Are Social pada Januari 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

“Saat ini di newsroom kami hanya ada tujuh orang, jadi nanti ke depan, harapannya bisa lebih banyak (sumber daya),” ujar Fritz, Kamis, 16 Desember 2021.

Kolaborasi pengecek fakta yang tergabung di Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) dengan Radio KBR memilih format suara dalam pembongkaran hoaks. Konten mereka itu ditayangkan setiap Senin dengan durasi 15 menit lewat siniar (podcast). Konten yang sama juga disiarkan secara daring via laman KBR.ID. “Saat ini sudah ada 173 episode, setiap episode membahas lima hoaks,” kata Wydia Angga Producer Podcast Cek Fakta KBR.

Berdasarkan pengalaman, konten bernada negatif dan berkaitan dengan isu politik merupakan yang paling sering muncul untuk dibahas dalam siniar Cek Fakta yang dikelola KBR. “Konten yang diplintir itu lebih sulit untuk dijelaskan karena terkadang publik menganggap foto atau videonya tidak dimodifikasi,” ujar Aribowo Sasmito, Co-founder and Fack Check Specialist.

Guna mensosialisasikan pentingnya menghentikan penyebaran hoaks, Aribowo dan Wydia memilih menyematkan jargon-jargon yang mudah diingat lewat siniar dan siaran.

Selain itu, Ketua Departemen Hukum dan Advokasi Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Gaib Maruto Sigit menyoroti stempel hoaks pada karya jurnalistik yang dikeluarkan aparat beberapa waktu lalu. Ia mengatakan label hoaks tidak bisa diberikan secara serampangan. “Apalagi terhadap karya jurnalistik yang telah melalui proses verifikasi lapangan dan dikeluarkan oleh media kredibel,” ujarnya.

Ia menyebut yang bisa memberikan penilaian dari karya jurnalistik adalah Dewan Pers bukan instansi lain. Ia pun menekankan agar media yang memiliki conflict of interest dengan kepentingan bisnis, tidak melakukan pemeriksa fakta pada karya jurnalistik media lain.

Pada sesi selanjutnya, narasumber banyak menyoroti soal peredaran iklan digital dari perusahaan teknologi digital yang kontennya memuat informasi palsu. Kondisi ini memprihatinkan karena pada sisi lain, media daring memerlukan pemasukan.

Managing Editor Kompas.com, Heru menyatakan, pihaknya memutus kerjasama dengan MGID Indonesia karena konten-konten programmatic ads dari perusahaan tersebut kental dengan hoaks. Pelatih pengecek fakta ini memberikan contoh konten iklan produk penurun berat badan yang menggunakan foto hasil comotan dari internet dan narasi yang difabrikasi.

Pengiklan membalut produknya dengan cerita fiksi terkait temuan produk penurun berat badan hingga 15 kilogram dalam satu pekan oleh Rini Kusumastuti. “Yang brutal, sampai-sampai (konten dibuat seolah-olah) Menteri Sosial Risma memberikan penghargaan dan mendukung produk itu,” tegas Heru sembari menegaskan hasil pengecekan fakta tidak menemukan informasi soal temuan perempuan tersebut tidaklah benar adanya.

Menanggapi berbagai kritikan tersebut, Head of Publisher Development MGID Indonesia Moch. Rifki mengaku sudah membenahi secara bertahap ke manajemen dan tim kontennya. Mereka juga memanfaatkan piranti verifikasi serta pengecekan informasi secara manual guna mengeliminir konten-konten iklan yang diduga disinformasi.

“Di internal kami lakukan edukasi untuk mekanisme advertorial yang benar,” tutur Rifki yang menggunakan skema High Safety Ranking kepada iklan-iklan yang masuk ke MGID dari pengiklan.

Baca juga: CekFakta #131 Facebook Jadi Media Sosial dengan Hoaks Terbanyak

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus